Sebagai sebuah pulau yang terpisah dari dunia sekitarnya,
Madura mengesankan panorama yang misterius. Baik kebudayaan maupun orang-orangnya. Meski sebetulnya tidak jauh berbeda dari suku-suku lainnya. Konon, asal-usul orang-orang Madura dulunya berasal dari Jawa ribuan tahun lalu.
Bagaimana kisah yang sebenarnya?
Awal-mula atau asal-usul pulau Madura dan orang-orangnya tertulis dalam
babad Madura. Mengisahkan perjalanan seorang putri raja yang dipanggil dengan
sebutan Bendoro Gung.
Kisahnya dimulai dari adanya sebuah perahu rakit yang terombang-ambing di tengah samudera. Perahu rakit tersebut kemudian terus berlayar hingga kemudian terdampar di pinggiran selat Madura. Tak lama kemudian, dua orang kemudian terlihat turun dari atas goyangan perahu. Setelah beberapa lama melihat-lihat keadaan yang masih berupa hutan belantara, keduanya lantas memutuskan untuk naik ke sebuah gunung tertinggi di lokasi tersebut yang sekarang dikenal dengan sebutan gunung Geger.
Babad Madura kemudian menyebutkan identitas dua orang pengendara rakit
tersebut yang berjenis kelamin perempuan bernama Bendoro Gung dan yang
laki-laki disebutkan bernama Patih Pranggulang.
Menariknya, keduanya disebut-sebut berasal dari istana kerajaan Medang
Kamulan yang letaknya berada di Jawa, tidak disebutkan dimana letak tepatnya
lokasi kerajaan Medang Kamulan.
Namun demikian, babad menyebut Bendoro Gung masih
putri dari raja Medang Kamulan, yaitu Prabu Gilingwesi. Sudah tentu, Patih
Pranggulang sendiri merupakan salah seorang patih dari Kerajaan Medang Kamulan.
Bagaimana latar belakang keduanya bisa terdampar di pulau Madura, menyimpan
kisah yang cukup dramatis. Babad Madura menceritakan, raja Medang Kamulan
sebetulnya memberi titah pada patih Pranggulang untuk membunuh sang putri.
Alasan raja menitahkan perintah untuk membunuh putrinya sendiri, yaitu setelah
sang putri diketahui telah hamil padahal tanpa adanya seorang suami. Ditekan
oleh rasa malu itu yang sulit ditanggung sebagai anak seorang raja, akhirnya
mampu mendorong Prabu Gilingwesi untuk memerintahkan patih Pranggulang untuk
membunuh Bendoro Gung.
Mimpi Menelan Bulan
Kisah bagaimana Bendoro Gung bisa hamil, babad Madura menceritakannya
secara mitologis. Semuanya berawal dari suatu malam, di mana Bendoro Gung
tiba-tiba bermimpi menelan rembulan dalam tidur nyenyaknya. Tidak
dinyana-nyana, setelah terbangun ia sudah menemukan dirinya benar-benar dalam
kondisi hamil. Terjadinya keajaiban proses kehamilannya yang tanpa harus
berhubungan intim tersebut, tentu akan sulit dipercaya oleh siapapun, tidak
terkecuali oleh sang ayahanda, Prabu Gilingwesi.
Meskipun Bendoro Gung sudah menceritakan proses dia bisa hamil melalui
mimpi menelan bulan, namun rupanya raja susah untuk mempercayainya, dan merasa hal
tersebut sebagai aib besar bagi istana.
Karena itu, dia memerintahkan kepada salah seorang patihnya yang bernama
patih Pranggulang, untuk membawa sang putri keluar istana dan membunuhnya. Namun
rupanya, patih Pranggulang dirundung rasa tidak tega, sehingga alih-alih
melaksanakan perintah, ia malah mencarikan lokasi persembunyian yang aman bagi
sang putri. Patih Pranggulang kemudian membawa Bendoro Gung berlayar di atas
laut, mencari tempat terbaik untuk bersembunyi dan melahirkan bayi yang
dikandungnya.
Menuju Pulau Tak Berpenghuni
Perjalanan sang patih dengan membawa sang putri membawanya pada sebuah
pulau yang kosong dan tidak berpenghuni. Di pulau yang masih kosong tersebut,
sang patih menempatkan sang putri di suatu gunung yang saat ini dikenal dengan
nama Gunung Geger sampai ia melahirkan bayinya. Oleh sebab diilhami oleh perjalanan
diombang-ambing di tengah luasnya lautan, selanjutnya ketika sang bayi lahir
maka diberikanlah nama Raden Segoro.
Seiring waktu, para nelayan yang sering melewati kawasan pulau tersebut, mulai
melihat adanya tanda-tanda kehidupan di pulau kosong tersebut, kemudian memilih
untuk singgah untuk sekedar istirahat atau melihat-lihat keadaan pulau
tersebut. Mengetahui adanya orang yang menghuni kawasan tersebut berpenghuni,
para pelayar tersebut mulai sering melabuhkan perahunya dan singgah. Para
nelayan juga diceritakan ikut menggelar selamatan atas kelahiran Bendoro Gung.
Patih Pranggulang sendiri, diberitakan kembali ke istana Medang Kamulan,
untuk melaporkan pertanggungjawaban tugasnya kepada raja. Namun dalam sesekali
waktu, Patih Pranggulang masih menyempatkan diri untuk menjenguk Bendoro Gung
beserta anaknya, sampai bayi tersebut tumbuh dewasa. Beberapa waktu tinggal di
gunung Geger, seiring pertumbuhan putranya, Bendoro Gung memutuskan turun untuk
mencari lokasi yang lebih baik. Sampailah ia di daerah Nipah yang sekarang
berada di wilayah Sampang. Di tempat yang baru inilah Bendoro Gung membangun
tempat tinggal yang baru.
Menjadi Raja
Dikisahkan, ketika Raden Segoro sudah memasuki usianya yang ke-7 tahun,
disebutkan Patih Pranggulang mengajak Raden Segoro bermain di tepian laut.
Tidak berapa lama, tiba-tiba muncullah dua ekor naga raksasa dari lautan. Patih
meminta Raden Segoro untuk mendekati dan memegangnya, Raden Segoro beberapa
kali menolaknya karena merasa takut. Beberapa kali dipaksa, akhirnya Raden
Segoro mengikuti perintah patih Pranggulang.
Setelah berhasil dipegang, patih meminta agar dibanting ke tanah. Raden
Segoro pun melakukannya. Begitu berhasil dibanting, dua naga raksasa tersebut
berubah menjelma dua buah tombak. Tombak tersebut diberi nama Kiai Nenggolo dan
Kiai Aluquro. Patih kemudian berpesan, agar tombak Kiai Nenggolo selalu dibawa
dalam peperangan, sedangan tombak Kiai Aluquro ditaruh di rumah.
Saat mulai menginjak usia dewasa, Raden Segoro dipercaya sebagai pemimpin
bagi semua orang yang tinggal di pulau. Hingga suatu hari, diceritakan bahwa bahwa
raja Medang Kamulan sedang kedatangan musuh yang ingin menguasai kerajaan.
Pasukan Medang Kamulan dikabarkan mulai mengalami kewalahan menghalau musuh.
Suatu malam, raja Giling Wesi kedapatan bermimpi. Mimpi itu menyebutkan bahwa
jika ingin melawan dan mengusir serangan dari negeri Tiongkok tersebut, ia
harus meminta bantuan kepada seorang pemuda yang tinggal di sebuah pulau, pulau
yang dimaksud adalah pulau Madura.
Mimpi tersebut lantas diketahui oleh patih Pranggulang. Ia pun menemui
Raden Segoro di keraton Nipah, kemudian menceritakan mimpi sang raja dan
menyampaikan keinginan agar dibantu untuk mengusir ekspansi negeri asal
Tiongkok tersebut.
Berdasarkan restu dari Bendoro Gung, Raden Segoro segera berangkat ke
Medang Kamulan untuk memberikan bala bantuannya. Berkat bantuan dari Raden
Segoro, istana Medang berhasil mengusir ekspansi negeri Tiongkok tersebut. Berkat
keberhasilan tersebut, raja meminta agar
ia bersedia dijadikan menantu. Raden Segoro memutuskan untuk pulang untuk
meminta izin kepada sang bunda.
Dikawal pasukan Medang Kamulan, Raden Segoro akhirnya tiba di Madura. Begitu
disampaikan permintaan sang raja, rupanya mendapat sambutan negatif dari sang
bunda. Merasa dikepung oleh rasa bingung, Bendoro Gung dikabarkan memiliki
moksa dengan putranya berikut keratonnya sehingga lenyap dari pandangan.
Sejumlah pasukan Medang Kamulan yang sejak awal mengiringi Raden Segoro
menuju pulau Madura, kemudian dikutuk oleh Bendoro Gung sehingga menjelma
sekawanan kera.
Tulis Komentar:
0 komentar: