Bengka la’n! Bengka la’n! Bengka la’n!
Sorak-sorai para prajurit kerajaan Bangkalan dan Kompeni. Menggema gembira di se-antero halaman keraton Bangkalan. Ke Lesap, si anak durhaka yang telah berani membangkang atas orang tuanya itu, akhirnya tumpas. Tubuhnya rubuh di tanah. Terhunus pusaka tombak Kiai Nenggolo yang ditancapkan oleh Cakraningrat, ayahnya sendiri.
Maka, berakhirlah
pemberontakan besar yang telah dikobarkan oleh Ke Lesap ke seluruh penjuru kekuasaan di Madura.
Ke Lesap dan pasukannya hampir saja menguasai seluruh Madura, setelah Sumenep dan Pamekasan luluh-lantak dibuatnya.
Tinggallah Bangkalan sebagai pertahanan terakhir di Madura. Kalau tak karena
siasat licin Cakraningrat, hampir saja ikutan hancur dilibas Ke Lesap dan
pasukannya. Karena bahkan, bala bantuan pasukan kompeni yang didatangkan dari
Surabaya pun berantakan, tak sanggup membendung serangan Ke Lesap.
Betapa kuatnya
Ke Lesap dan pasukannya sehingga susah dikalahkan, terungkap dari ucapan histeria
bengkah begitu ia terbunuh. Ucapan bengkah memang memiliki arti ia telah mati. Tetapi sebetulnya lebih
sekedar telah mati. Kematian dalam konteks bengkah,
mengandung makna emosional tumpas,
hancur, tak tersisa atau musnah. Dalam
peristiwa kematian Ke Lesap, demikianlah ucapan makna bengkah bisa ditempatkan.
Ungkapan bengkah menjelaskan kematian dan kekalahan tokoh Ke Lesap yang
diperoleh dengan ‘sangat’ susah dan sangat payah karena ia tak kalah-kalah.
Tetapi ucapan bengkah tak hanya mengungkapkan rasa
kegembiraan atas matinya Ke Lesap, ucapan tersebut juga mewakili tumpahan kemarahan
orang-orang keraton atas tindak-tanduk Ke Lesap. Sebab ia telah berlaku
durhaka, berani membangkang dan bahkan ingin menghancurkan ayahnya sendiri.
Dalam
buku Sejarah Madura, Selayang Pandang yang ditulis oleh Abdurahman,
dikatakan bahwa Ke Lesap sebetulnya adalah anak Cakraningrat
V, dari istri selirnya. Sejak kecil, Lesap tinggal bersama ibunya yang nun jauh
dari istana. Sampai ia beranjak dewasa, tak sekalipun ia mengenal siapa
ayahnya.
Ketika ibunya
memberitahu kalau ayahnya tak lain adalah Cakraningrat, timbullah keinginannya
agar dirinya diakui sebagai anak.
Untuk itu, ia mencoba melakukan aksi-aksi
yang mampu memancing perhatian keraton, salah satunya dengan cara menyaru jadi
dukun terkenal. Demikianlah, cara tersebut berhasil memancing perhatian
Cakraningrat. Melihat adanya perkumpulan banyak orang di satu tempat secara
terus-menerus, timbullah kekhawatiran Cakraningrat kelak dapat memunculkan
kerusuhan atau bahkan pemberontakan.
Tetapi setelah mengetahui bahwa yang
menimbulkan kerumunan banyak orang itu ternyata adalah anaknya sendiri,
Cakraningrat langsung berinisiatif mengajak Lesap tinggal di keraton.
Memiliki tempat
tinggal mewah dan segalanya tersedia, Lesap justru merasa gelisah. Sebab
sekalipun baginda memberinya tempat tinggal yang sangat-sangat layak, ia
menyadari segala gerak-geriknya senantiasa dipantau orang-orang keraton. Lalu
timbullah keinginannya menjadi raja seluruh Madura. Maka, Lesap diam-diam
minggat. Ia menjadikan Sumenep sebagai lokasi persembunyiannya.
Konon, ia
menghabiskan waktunya di dunia pertapaan di gua Payudan.
Dari
pertapaannya, Lesap memperoleh pusaka berupa Calok Kodi’. Pusaka yang sangat istimewa,
sebab konon, mampu melayang sendiri untuk menghabisi musuh-musuhnya.
Berbekal
pusaka Calok Kodi, Lesap mulai menghimpun kekuatan. Setelah berhasil menguasai
Sumenep dan Pamekasan dalam sekali libas, ia pun menuju keraton Bangkalan.
Menaklukan kekuasaan yang notabene dipimpin oleh ayahandanya sendiri. Sebagaimana
nasib Pamekasan dan Sumenep, pertahanan Bangkalan pun jebol. Bala bantuan yang
didatangkan dari Surabaya ternyata juga tak banyak membantu. Lesap dan
pasukannya terlalu kuat.
Di detik-detik
yang mencekam dan menegangkan, Cakraningrat memperoleh wangsit bahwa bahwa
Lesap dapat dikalahkan dengan cara mempergunakan pusaka keraton, yaitu tombak
si Nenggolo, serta melunturkan kesaktiannya dengan seorang perempuan. Maka
dikirimlah perempuan dengan membawa bendera putih sebagai tanda menyerah pada
Ke Lesap. Melihat Bangkalan menyerah, Ke Lesap lantas membawa perempuan
tersebut sehingga tak sadar telah luntur kesaktiannya.
Benar saja, esok harinya
pasukan Ke Lesap bisa dengan mudah dipatahkan. Pusaka Calo Kodi pegangannya tak
banyak membantunya. Ia pun rebah di bawah tikaman tombak Nenggolo. []
Tulis Komentar:
0 komentar: