Lazimnya sebuah taman yang berfungsi sebagai sarana rekreasi dan hiburan di tengah kota yang ramai nan berisik, tentunya bertolak-belakang dengan lokasi ziarah yang menghadirkan sunyi dan tenang. Lebih-lebih jika makam tersebut terbilang keramat dan disakralkan. Tetapi lokasi ziarah di kota Surabaya satu ini memang beda!
Barangkali, fenomena satu ini hanya terdapat di Kota Surabaya. Lokasi taman yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dan hiburan, berada di satu tempat dengan makam keramat yang disakralkan. Banyak peziarah yang datang untuk menikmati tenang dan menemukan jiwa yang lapang di makam satu ini.
Inilah taman Mbah Bungkul yang berada di kota Surabaya. Terkenal hingga ke mancanegara. Lazimnya taman, ia pasti ramai dan berisik. Bahkan, di malam hari pun taman satu ini masih sangat hidup. Ratusan kendaraan terparkir
mengelilingi tiap batas sudut taman, menyerupai barisan
kendaraan yang melingkari seluruh sudut pinggir lokasi.
Di bagian
depan yang menghadap jalan raya besar, tampaklah orang-orang dengan
beragam usia hilir mudik. Seakan tiada habis-habisnya. Ada juga yang
menempati tempat-tempat duduk beton yang tersebar di beberapa tempat.
Masuk ke dalam, terdapat tempat duduk yang menyerupai bundaran besar.
Juga berbentuk lingkaran dan berundak.
Masuk lagi agak ke timur,
terdapat lokasi anak-anak dan remaja bermain skate sepuasnya. Taman
ini dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap bagi para pengunjung,
seperti Jogging track, BMX track, Skateboard track, area green park
bahkan wi-fi gratis.
Tak hanya itu tentunya. Adakalanya, taman Mbah Bungkul juga menjadi tempat digelar konser dan aneka kegiatan lainnya. Makin ramai saja suasananya. Tanpa ada kegiatan khusus pun sudah sangat ramai. Ada banyak alasan orang mengunjungi taman Mbah Bungkul, tetapi rata-rata memang untuk refresing melepas penat dan kesibukan selama seminggu.
Pengunjung tak hanya berasal dari dalam kota, tetapi juga berasal dari berbagai kota, hingga mancanegara. Maklum, taman ini tak sekedar sebuah taman biasa. Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya mengemas taman sedemikian rupa, bahkan mendapat banyak penghargaan. Wajar jika menikmati liburan di taman Bungkul memang penuh sensasi.
Meski sekedar taman, fasilitas modern yang lengkap, taman ini bak hutan alami. Banyak pepohonan besar berdiri sehingga kesan kesegaran dan keindahannya cukup terasa. Meski demikian, sensasi yang sesungguhnya bukan di situ. Sensasi lain yang mungkin hanya satu-satunya di dunia, berada di sebelah timur taman yang dibatasi pagar tembok yang tinggi.
Untuk masuk ke dalam menikmati situasinya, harus menuju arah paling timur dengan melewati lingkaran trotoar yang dijejali pedagang kaki lima yang rapi berderet. Di posisi arah timur paling sudut, masih harus masuk ke dalam sisi selatan, melewati warung-warung yang banyak di sekitarnya hingga terlihat sebuah plang di sebuah pintu masuk, Makam Mbah Bungkul.
Masuk ke dalam lagi, terdapat gapura. Melewati gapura, sebuah musalla terlihat. Di sisi inilah, pengunjung bisa ke arah utara, tempat pemakaman Mbah Bungkul. Di sini, barulah terlihat perbedaannya. Jika sebelumnya sangat berisik, memasuki lokasi ini terasa dimensi kesunyiannya. Orang-orang yang datang tampak lebih tenang dan khusyuk. Suara-suara yang terdengar juga terasa lebih khidmat oleh pengunjung yang berdoa, tahlilan dan ngaji Al-Quran.
Komplek Pemakaman Angker
Taman dan lokasi makam Mbah Bungkul disekat oleh pagar bernuansa klasik |
Sebenarnya, awal mula taman Mbah Bungkul tidak seperti sekarang yang perkembangan sangat luar biasa. Semula, lokasi taman tersebut berupa hutan belantara yang dikenal dengan nama daerah Bungkul. Bahkan, sebelum didesain Pemkot Surabaya sebagai taman yang indah dan artistik, lokasi ini dikenal sebagai kompleks pemakaman tua yang cukup angker. Tak setiap orang berani memasukinya. Lebih-lebih, ada mitos yang menyebutkan seseorang bakal kuwalat jika sengaja menceritakan kisah Mbah Bungkul.
Sementara itu, dalam data sejarah, awal mula lokasi angker ini berasal dari kedatangan seorang petinggi Kerajaan Majapahit yang mendiami tempat ini. Orang tersebut termasuk sangat terkenal di zaman Majapahit. Sayangnya, belum ada data sejarah yang menjelaskan alasan sosok tersebut meninggalkan segala kebesarannya sehingga kemudian memilih daerah Bungkul sebagai tempat terakhir ia menghabiskan hidup mengembangkan syiar agama Islam.
Bersama Sunan Ampel, ia menyiarkan Islam di wilayah Surabaya 700 tahun silam. Juga disebutkan bahwa Ki Ageng sudah terlebih dahulu berdiam di daerah ini sejak Sunan Ampel belum tiba di Surabaya. Dikisahkan Raden Rahmat (nama asli Sunan Ampel) diyakini pernah singgah di tempat ini setelah berbulan-bulan melakukan perjalanan dengan naik perahu dari Trowulan, Majapahit (sekarang Mojokerto, Jatim.
Raden Rahmat singgah di tempat ini saat tengah menyusuri Kalimas sebelum menuju ke kawasan Ampel Denta (kawasan Surabaya Utara). Ada juga yang menyebut bahwa Mbah Bungkul merupakan guru sekaligus tokoh spiritualnya Sunan Ampel. Pertemuan keduanya dikisahkan dengan nadar Mbah Bungkul dengan melempat buah delima ke sungai, siapapun yang memperolehnya maka akan dijadikan suami dari puterinya.
Buah delima kemudian ditemukan Raden Paku, salah satu santri Sunan Ampel. Sehingga, mereka pun dinikahkan. Berbeda dengan tokoh penyiar Islam ternama lainnya, sejarah Mbah Bungkul tidak ditemukan asal-usulnya yang jelas. Padahal, perannya dalam proses syiar Islam tak kalah di banding para penyiar Islam lainnya, sehingga ia pun disebut-sebut sebagai wali Allah.
foto/istimewa |
Yang
menarik, dalam catatan ahli sejarah Belanda bernama GH Von Faber, dalam
karyaya, Oud Soeraba, disebutkan adanya larangan menceritakan siapa
mbah Bungkul di zaman penjajahan Belanda. Siapa saja yang menceritakan
kisah hidupnya maka ia akan terkena kuwalat di makan setan atau jin.
Wajar, jika selanjutnya kompleks pemakaman ini menjadi sangat angker di
masa-masa sesudahnya.
Berkelas Internasional
Sejak diresmikan Pemkot Surabaya sebagai taman kota pada 21 Maret 2007, suasana kompleks pemakaman yang semula angker pun berubah total. Makam Mbah Bungkul semakin dikenal banyak orang.
Selain sebagai taman, juga dijadikan sebagai hutan kota yang hijau sehingga mampu mengurangi polusi udara. Desain taman juga dikemas ramah anak sehingga menjadi jujukan liburan keluarga.
Lebih-lebih, keseriusan Pemkot menata taman, menjadikan taman ini tak hanya memantik ketertarikan wisata nasional, tetapi juga turis mancanegara. Banyak penghargaan diterima taman satu ini, di antaranya; di tahun 2013 Taman Bungkul dikukuhkan sebagai The Best Park in Asia oleh PBB dalam acara The 2013 Asian Townscape. Ini adalah sebagai Penghargaan sebagai taman terbaik se-Asia atau Asian Townscape Awards (ATA) dari PBB. Penghargaan itu diberikan di Fukuoka, Jepang.
Berkelas Internasional
Sejak diresmikan Pemkot Surabaya sebagai taman kota pada 21 Maret 2007, suasana kompleks pemakaman yang semula angker pun berubah total. Makam Mbah Bungkul semakin dikenal banyak orang.
Selain sebagai taman, juga dijadikan sebagai hutan kota yang hijau sehingga mampu mengurangi polusi udara. Desain taman juga dikemas ramah anak sehingga menjadi jujukan liburan keluarga.
Lebih-lebih, keseriusan Pemkot menata taman, menjadikan taman ini tak hanya memantik ketertarikan wisata nasional, tetapi juga turis mancanegara. Banyak penghargaan diterima taman satu ini, di antaranya; di tahun 2013 Taman Bungkul dikukuhkan sebagai The Best Park in Asia oleh PBB dalam acara The 2013 Asian Townscape. Ini adalah sebagai Penghargaan sebagai taman terbaik se-Asia atau Asian Townscape Awards (ATA) dari PBB. Penghargaan itu diberikan di Fukuoka, Jepang.
Pelengkap Ziarah Wali Sembilan
Meski sebagai tempat hiburan makin terkenal, tak lantas menjadikan makam Mbah Bungkul tersisih. Justru menjadi sisi kelebihan tersendiri bagi jujukan wisata yang bernuansa plus. Banyak orang makin penasaran dengan keberadaan Makam Mbah Bungkul. Asal-usul Mbah Bungkul yang misterius, semakin digali dan dicari.
Selain itu, banyak peziarah yang menjadikan ziarah ke makam Mbah Bungkul sebagai pelengkap ziarah Sunan Sembilan. Barangkali, inilah taman satu-satunya yang memiliki nilai khusus yang tak ada di mana pun di dunia.
Selanjutnya, taman Mbah Bungkul sempat menjadi kontrovesial. Penyebabnya, banyak muda-mudi menjadikannya sebagai lokasi kencan atau pacaran. Padahal, di sampingnya terdapat lokasi makam penyiar Islam yang dianggap waliullah.
Pemkot kemudian mensiasatinya dengan strategi yang kreatif, namun mengena. Para muda-mudi yang ketahuan pacaran, maka fotonya bakal dipasang di taman sebagai hukuman. Hukuman tersebut memang tidak fisik, seperti dipenjara atau harus membayar denda, tetapi tentu sangat ditakuti bagi yang nekat pacaran []
Tulis Komentar:
0 komentar: