Negeri China, atau yang sekarang
disebut Negeri Tiongkok, memang dikenal sebagai negeri Komunis. Namun siapa
sangka, situs-situs sejarah kuno peradaban Islam tetap kokoh nan lestari
terawat di sana. Tak kurang di antaranya makam salah seorang sahabat Nabi,
yaitu Saad Abi Waqas. Masih utuh dan terawat. Menariknya, tradisi keagamaannya
mirip di tanah air.
Keunikan
tersebut terekam dalam catatan kunjungan 20 ulama Jawa Timur selama delapan
hari di negeri Panda beberapa tahun lalu. Para ulama tersebut merupakan gabungan dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Wilayah Jatim, Nahdhatul Ulama (PWNU) dan Muhammadiyah.
Selama di negeri tirai bambu, mereka bertandang ke-empat tempat paling bersejarah dan memiliki penduduk muslim, yaitu Quanzhu, Yinchuan, Xian, dan Shenzhen.
Selama di negeri tirai bambu, mereka bertandang ke-empat tempat paling bersejarah dan memiliki penduduk muslim, yaitu Quanzhu, Yinchuan, Xian, dan Shenzhen.
Sepanjang
perjalanan mencicipi negeri yang pernah disabda Nabi Muhammad Saw tersebut, banyak
pengalaman menakjubkan mereka alami. Di antaranya penuturan KH. Muhammad Navis,
anggota dari PWNU Jatim. Direktur PW Aswaja NU Center tersebut mengaku kaget
dengan adanya nuansa keagamaan muslim Tiongkok yang mirip dengan keagamaan di
tanah air. Misalnya saat ziarah di makam sahabat Saad bin Abi Waqash.
Peziarah
menggelar tahlilan layaknya di tanah air dan lantunan dzikir bakda shalat
rawatib dengan suara keras. Keidentikan lainnya, sejumlah masjid mimbar dan
tingkat yang dipakai juga tidak jauh beda dengan yang ada di Indonesia.“Secara
akidah, penduduk rata-rata mengikuti Imam Maturidi, dan fiqhnya lebih dominan
Imam Hanafi,” katanya.
Rombongan
ulama tersebut juga bertemu Kiai Syuaib, imam Masjid Achung di daerah Yun
Chuan. Jumlah warga muslim di tempat ini sebanyak 36 persen dari 600 ribu jiwa
yang ada, dan terdapat sekitar 400 masjid serta sejumlah pesantren. Mereka juga
sering menyelenggarakan pengajian dan
lomba pembacaan tilawah di berbagai tingkatan, termasuk antar pesantren. “Mereka
mendirikan organisasi keagamaan yang berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman keagamaan masyarakatnya,” katanya.
Pengasuh
Pondok Pesantren Nurul Huda Surabaya tersebut juga melihat masyarakat Tiongkok
senang melakukan ziarah kubur. Hal tersebut membuktikan bahwa tradisi ziarah
kubur tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh mayoritas muslim
Sunni di berbagai negara, dan bukan warisan atau meniru agama lain. Kaum muslimin
Tiongkok, menurutnya juga mentradisikan ziarah ke makam para sahabat, auliya
dan orang yang mereka hormati, khususnya para tokoh agama.
Lima Masjid Kuno
Tidak
kalah menariknya lagi, pemerintah Tiongkok memiliki kepedulian yang besar untuk
melestarikan warisan situs-situs sejarah masa lalu bangsanya. Bahkan,
situs-situs penting yang berkaitan dengan sejarah masa silam peradaban Islam
pun sangat terawat dengan baik. Di antaranya yaitu keberadaan lima masjid kuno
yang tetap terawat.
Masjid
tersebut antara lain, Masjid Agung Xining. Dibangun pada abad ke-13, terletak
di kota Xining, provinsi Qinghai. Kompleks masjid terdapat madrasah, pemandian
umum, penginapan bagi para musafir, dapur, dan lapangan yang mampu menampung
lebih dari 20.000 jamaah yang selalu penuh saat shalat Jum’at.
Selain sebagai masjid terbesar di provinsi Qinghai, Masjid Agung Xining juga
tercatat sebagai institusi pendidikan agama Islam terbesar di Tiongkok. Selanjutnya
adalah Masjid Agung Hohhot. Dibangun dari bata hitam pada masa dinasti Qing
(1644-1911). Ketiga, Masjid Agung Xi’an, didirikan tahun 742 pada masa
kekuasaan dinasti Tang (618-907).
Masjid
ini mampu menampung sekitar 1.000 orang yang melaksanakan shalat lima waktu
setiap harinya. Keempat, Masjid Huaisheng, di Guangzhou. Dibangun pada tahun
630 oleh Sa’d ibn Abi Waqqas yang merupakan paman Nabi Muhammad pada
misinya menyebarkan Islam ke China.
Kelima,
Masjid Afaq Khoja Mausoleum. Dibangun pada tahun 1640. Afaq Khoja adalah salah
seorang pemimpin besar bangsa Uyghur yang memimpin perlawanan melawan Genghis
Khan.
‘Rasa’ Situs Sunan Ampel
Sensasi
lainnya dalam kunjungan tersebut, ketika para ulama mengunjungi Masjid Agung
Xian. Masjid ini sudah berusia sekitar 650 tahun, tetapi ada juga mengatakan
berusia 1250 tahunan, kondisi masjid yang usiaya sudah berabad-abad tersebut
nyatanya tetap terawat dengan baik. Masjid ini memiliki lima halaman. Setiap
halaman punya gerbang tersendiri.
Di
sekitar masjid, terdapat jalan yang dipenuhi orang yang berjualan. Semua makanan
dan jajanannya dijamin halal. Pengunjungnya selalu mengalir dari pagi hingga
malam."Suasananya
mirip di situs Sunan Ampel Surabaya, namun dengan ukuran lebih besar dan lebih
ramai tentunya," kata Nur Cholis Huda, anggota dari PW Muhammadiyah Jatim.
Sama
saja dengan lokasi wisata religi di tanah air, berlaku sistem tawar-menawsr
harga. Jika tertarik membeli, sebaiknya tidak langsung menerima harga awal yang
diberikan pedagang. Harga belinya bisa melorot drastis jika ditawar, hingga bisa
separuh harga dari yang ditentukan. Sebuah koper seharga 250 yuan bisa dilepas
seharga 100 yuan.
“Bahkan,
perhiasan seharga 1500 yuan, ternyata bisa turun seharga 200 yuan,” katanya.
Kekaguman
lain yang menjadi perhatian para ulama adalah soal kebersihan. Tingkat kesadaran
masyarakat Tiongkok untuk menjaga kebersihan rupanya sangat tinggi. Meski
mayoritas nonmuslim, masyarakat Tiongkok memiliki kesadaran bahwa menjaga
kebersihan itu bagian dari iman.
“Saya
kira kita perlu belajar banyak dari Tiongkok soal yang satu ini," katanya.
Tulis Komentar:
0 komentar: