Translate

slider

Terbaru

Navigasi

Agus Mustofa, Titik Rawan Pembentukan Karakter Anak

Terbentuknya kepribadian atau karakter yang khas pada setiap orang sesungguhnya berakar dari pola asuh dan pendidikan di ruang keluarga, terutama ketika seseorang melewati masa-masa kecilnya.

Agus Mustofa/berkacamata

Akan seperti apa karakter anak di masa depan, maka sangat tergantung seperti apa orang tua menanamkan karakter di masa-masa kecil sang buah hati. Demikianlah disampaikan oleh penulis buku-buku tasawuf modern, Agus Mustofa. 

“Buah tanaman karakter di masa kecil, akan kelihatan ketika mereka sudah dewasa. Jadi, tidak akan langsung kelihatan saat itu juga,” papar Agus Mustofa.

Dijelaskan Agus Mustofa, masa-masa rawan pembentukan karakter anak yang perlu benar-benar diperhatikan adalah ketika anak memasuki fase remaja. Ketika anak memasuki fase remaja, perilaku mereka sering sekali menimbulkan salah paham bagi orang tua. Di antaranya terkait perilakunya yang (tampaknya) diwarnai oleh pembangkangan.

“Ciri yang paling mudah dikenali, anak mengalami kondisi seperti selalu menyangkal semua perkataan orang tua,” tambahnya.

Dalam fase-fase tersebut, anak terlihat seakan-akan memerankan karakter pembangkang. Pribadi yang tidak pernah mau patuh.  Karena itu, orang tua lantas merasa perlu memberlakukan pola asuh yang ekstrem. Mulai dari memberikan vonis tertentu yang buruk sifatnya pada anak. “Hingga memberikan hukuman fisik,” sambungnya.


Pada dasarnya, papar Mustafa, anak tidak ada maksud melawan, membangkang, atau melawan orang tua. Tetapi yang terjadi sebenarnya, anak sedang mengalami proses untuk membentuk identitas dirinya di hadapan orang lain. Bahwa, ia sudah tidak kanak-kanak lagi. Bahwa, ia sudah punya prinsip atau pandangan pribadi sendiri.

Ketidakpahaman orang tua akan persoalan ini, jelas Mustafa, kemudian menjadikan orang tua selalu menyikapi keras akan setiap sikap-perilaku anak. Di sisi lain, saat orang tua menganggap anak sedang membangkang, acapkali menyertainya dengan memberin cap ‘anak nakal’, anak bandel, dan cap-cap negatif lainnya. Pemberian cap ini menurutnya justru membuat anak menganggap bahwa pihak orang tua sama sekali tidak sayang dan tidak pengertian lagi padanya.

“Dari posisi ini, anak kemudian cenderung menjauh dari orang tuanya, karena menganggap apa yang dilakukan dan dikatakannya pastinya akan ditentang. Nah, di masa-masa yang seperti ini, anak lalu berusaha untuk mencari komunitas yang mereka anggap mampu untuk menerima dirinya secara apa adanya,” jelasnya.

Dalam masa-masa mencari komunitas yang dianggap mampu menerima dirinya apa adanya inilah,  masa depan pembentukan karakter anak sangat ditentukan. Hal yang  berbahaya dari masa-masa mencari komunitas ini, apabila dalam proses pencarian komunitas tersebut, anak ternyata menemukan tempat yang salah.

Berikutnya:

“Barangkali, keterlibatan anak-anak muda dalam tawuran, narkoba, maupun tindak kriminal, bisa dijelaskan dari keadaan yang cukup dramatis ini. Di mana anak-anak menemukan komunitas yang salah. Karena itu, posisi dan perhatian orang tua menjadi sangat penting, terutama pada masa-masa pencarian identitas tersebut,” katanya  (wawancara ini sebelumnya dimuat di majalah Al-Madina Surabaya) []

Bagikan
Banner

Mnews.web.id

Tulis Komentar:

0 komentar: