Merasa
frustasi karena memiliki anak yang bebal dan bodohnya tidak ketulungan? Sudah
bebal, kurang ajar lagi. Belum masalah pelajaran sekolah. Susah sekali mencernanya.
Anak seperti ini diapain harusnya?
Orang tua mana yang tidak gusar
menghadapi anak yang seperti ini? Disuruh belajar sulit sekali. Alih-alih, ia malah
asyik main game berjam-jam. Tindakan paling nyata menyikapi anak semacam ini
adalah dengan memberinya ungkapan-ungkapan kemarahan, seperti ucapan ‘dasar
bodoh’, ‘dasar geblek’, ‘dasar anak kurang ajar’, dan lain sebagainya. Jelas, anak
semacam ini memang harusnya dilempari papan tulis!
Masalahnya, fenomena yang demikian, tak
selalu menjadi indikasi bahwa anak memang bebal, bodoh dan kurang ajar. Boleh
jadi kebiasaan yang katanya buruk tersebut merupakan buah dari kreativitas dan
potensi anak yang tersebunyi. Hanya saja, karena minimnya pengetahuan kita
sebagai orang tua akan potensi dan perkembangan anak, jadilah semuanya terasa horor.
Ada banyak jenis perilaku atau watak
anak. Ada yang banyak geraknya dan main kemana-mana, namun malas sekali baca
buku. Ada juga yang maunya diam terus di rumah, tetapi giat sekali kalau baca
buku. Atau anak yang sukanya ngamuk-ngamuk, susah dihentikan.
Si
Paling Bodoh se-Singapura
Hal terpenting dari watak anak adalah
bahwa wataknya boleh jadi bertolak-belakang dengan kedua orang tuanya. Karena
itu, muncullah kesalahpaham. Kesalahpahaman kemudian memunculkan ‘perlakuan’
orang tua yang juga serba tidak selaras atas sang anak.
Hal inilah yang juga dialami oleh Adam
Khoo. Ia adalah salah seorang dari pengusaha muda terkaya di Singapura sekaligus
juga sosok trainer yang sukses. Dalam sebuah kesempatan berbincang di kota Surabaya, Adam Khoo
bercerita bahwa ketika masih kanak ia suka sekali main game. Tetapi nilai
pelajarannya di sekolah selalu jeblok. Nilai pelajarannya selalu konsisten
paling rendah, yaitu selalu memperoleh nilai F. Orang Tua Adam pun kelabakan.
Tak heran, masa di Sekolah Dasar (SD) ia
memperoleh peringkat sebagai ‘anak terbodoh se-sekolah’. Baik dari teman-teman,
maupun dari guru-gurunya. Karena memang saking susahnya Adam mencerna apa yang
diajarkan guru di sekolah. Adam pernah dikeluarkan dari sekolah dan harus pindah
mencari sekolah-sekolah yang lain. Itu pun hampir rata-rata sekolah yang
dimasukinya menolak keberadaannya.
Pengalaman paling buruk bagi Adam adalah
ketika ia memasuki SMP. Saking bobroknya nilai dan prestasinya di sekolah, ia
sangat susah diterima di SMP mana pun. Orang tuanya terpaksa bekerja ekstra keras
agar anaknya bisa diterima. Beruntung, akhirnya ada juga sekolah yang bersedia
Adam sebagai muridnya. Ia diterima di SMP Ngee Ann Primary School.
Perlu diketahui, SMP satu ini ini
dikhususkan bagi para siswa yang memiliki prestasi paling rendah se-Singapura. Celakanya,
di sekolah khusus anak-anak berprestasi rendah ini pun se-Singapura tersebut, ia
kebagian menjadi siswa dengan prestasi yang paling rendah dari semua murid.
Perubahan
Total
Sebagai orang tua, jelas orang tua Adam
Khoo shock. Merasa frustasi atas potensi belajar anaknya yang sama sekali tak
beranjak dan terus saja jeblok, akhirnya orang tua Adam memilih jalan terakhir
sebagai pamungkas, memasukkan Adam Khoo ke sebuah pelatihan.
“Saya mulai mengalami perubahan dramatis
setelah mengikuti Super-Teen Program, yang diadakan oleh Ernest Wong, yang
menggunakan teknologi Accelerated Learning, Neuro Linguistic Programming (NLP)
dan Whole Brain Learning,” jelas Adam Khoo.
Dalam program tersebut, lanjut Adam, ia merasa memperoleh pencerahan dalam sesi yang
membongkar mengenai konsep diri. Konsep tersebut menjelaskan bahwasanya nasib
seseorang sangat dipengaruhi oleh keyakinan yang terekam dalam kesadaran. Apakah
keyakinan tersebut berbentuk keyakinan positif
atas diri sendiri, ataukah sebaliknya, berkeyakinan negatif kepada diri
sendiri.
“Saya
tak pernah melupakan ucapan Ernest Young yang mengatakan, bahwa satu-satunya hal yang bisa menghalangi
kita itu sebetulnya adalah keyakinan diri kita sendiri,” tambahnya.
Begitu dirinya menyadari kenyataan
tersebut, Adam lantas berusaha bersungguh-sungguh untuk memperbarui caranya
berpikir dan caranya memperjuangkan cita-cita masa depannya. Adam lalu
menceritakan masa kelam kanaknya, di mana ia sering diberi label-label negatif
oleh orang-orang dewasa, seperti label ia adalah anak bodoh, goblok, atau
lamban sekali kalau mencerna pelajaran.
Di sisi lain, sistem pembelajaran juga
kurang mendukung terhadap anak-anak yang memiliki potensi berbeda dari apa yang
diberlakukan di dunia sekolah.
“Karena terlalu sering dilabeli bodoh,
goblok atau lamban mencerna pelajaran oleh guru maupun oleh orang-orang dewasa,
akhirnya saya meyakini bahwa saya ini memang bodoh, goblok atau lamban mencerna
pelajaran. Keyakinan buruk inilah sebetulnya yang sangat mempengaruhi
kepribadian dan prestasi saya semasa masih sekolah,” katanya.
Berdasarkan pengalaman pribadinya
tersebut, Adam kemudian mengatakan perlunya sekolah tak hanya mengajar anak
dengan hanya melibatkan sistem pembelajaran yang konvensional, di mana para
guru sibuk menyampaikan pelajaran, sedangkan siswanya duduk pasif hanya
mendengarkan.
“Karena apa? Siswa jadi malas dan
ngantuk di kelas. Semangat belajar mereka hilang. Maka, guru perlu melibatkan
juga daya imajinasi anak. Artinya, sistem pembelajaran yang tak hanya berbasis
otak kiri, tetapi juga menggabungkan dengan model pembelajaran otak kanan. Anak
tak melulu dituntut menghapal sebanyak mungkin pelajaran, namun juga perlu
ditambah dengan pembangkitan daya imajinasinya. Misalnya, menjelaskan materi-materi
pelajaran dengan memanfaatkan gambar-gambar yang kreatif, ” imbuhnya.
Ia pun menganjurkan para guru maupun
para orang tua, agar tidak memberi label-label negatif manakala anak mengalami
kesulitan mencerna pelajaran.Label negatif tersebut bakal direkam oleh ingatan
anak sehingga lama-lama membentuk akar keyakinan diri yang mensugesti secara
berulang-ulang []
“Pada gilirannya, lama-lama anak percaya
bahwa dirinya memang amat bodoh dan tak mungkin meraih prestasi puncak. Hal ini
pulalah yang saya alami,” jelasnya []
Tulis Komentar:
0 komentar: