Translate

slider

Terbaru

Navigasi

Kisah Terbunuhnya Raden Praseno (Cakraningrat I)

Sejak generasi pertama, raja-raja dinasti Cakraningrat menjadi orang kepercayaan raja Mataram. Tetapi menjadi orang kepercayaan raja tak selalu menyenangkan. Acapkali muncul intrik-intrik internal yang cukup berbahaya. Bahkan mengancam nyawa.

Ilustrasi raja Mataram Amangkurat/Tirto/Gery

Sejak zaman Sultan Agung, setiap pemangku dinasti Cakraningrat memiliki jabatan rangkap. Di samping menjadi raja yang berkuasa atas seluruh Madura, juga merangkap sebagai orang kepercayaan raja Mataram. Karena itu, mereka diharuskan untuk tinggal di istana Mataram. Raden Praseno, misalnya, pemangku generasi pertama dinasti Cakraningrat ini juga menjabat sebagai penasehat kerajaan.

Saat Sultan Agung wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayyidin dan bergelar Amangkurat, posisi tersebut tetap berlaku dan terus dipertahankan. Terlepas dari aspek politisnya, menjadi orang kepercayaan raja tentu saja merupakan bentuk kehormatan dan memiliki sisi istimewa tersendiri.

Namun demikian, menjadi orang kepercayaan raja tak serta-merta selalu menguntungkan. Berbagai intrik dan politik yang terjadi di internal keraton menjadi bumbu peristiwa yang harus ditanggung secara kesatria sebagai orang terdekat raja. Hal ini juga menjadi resiko yang harus dihadapi oleh raja-raja Madura dari dinasti Cakraningrat.

Besarnya resiko menjadi kepercayaan raja, bahkan telah dialami oleh Raden Praseno, sebagai generasi pertama dari raja-raja dinasti Cakraningrat. Pada tahun 1647, terjadi kisruh di keraton oleh peristiwa Pangeran Alit. Amangkurat mencurigai adiknya tersebut akan melakukan pemberontakan sehingga banyak orang terdekat sang adik dibunuh secara misterius. Tak terima oleh perlakuan sang kakak, Pangeran Alit nekad menuju keraton untuk membunuh raja.

Di keraton, Amangkurat meminta semua penjaga dan prajurit agar membiarkan apa saja yang diperbuat oleh adiknya. Tak satu pun diperbolehkan untuk melawan. Amangkurat memiliki misi rahasia dengan taktik demikian, yaitu agar dirinya tak dipersalahkan jika adiknya itu nanti tiba-tiba terbunuh.


Siasat Amangkurat menemukan momentumnya. Ketika Pangeran Alit yang kalap sampai di alun-alun, bertemulah ia dengan Raden Praseno yang sedang memantau pembangunan keraton. Melihat Pangeran Alit yang kalap dan memaksa akan memburu Amangkurat, sontak Raden Praseno berusaha merayu Pangeran Alit agar mengurungkan niatnya.

Tampaknya, Raden Praseno tidak mengetahui adanya strategi pembiaran dari Amangkurat, sehingga ia masih berupaya merayu Pangeran Alit. Meskipun sikap Raden Praseno tidak menunjukkan permusuhan, tetapi Pangeran Alit kadung murka. Ia kemudian melayangkan keris setan kober miliknya. Mengenai pundak Raden Praseno yang kemudian tewas seketika.

Tak terima kematian ayahnya, Demang Melayu Kusuma menyerang Pangeran Alit. Begitu pun dengan prajurit Madura yang marah atas kematian Raden Praseno lalu mengamuk. Demang Melayu Kusuma yang terkena goresan keris setan kober juga tewas seketika.

Menurut De Graaf, para prajurit Madura kemudian dihukum mati oleh Amangkurat, karena dianggap melanggar ketetapan yang telah diberlakukan, yaitu agar membiarkan Pangeran Alit dan tidak coba-coba menghalanginya []


Bagikan
Banner

Mnews.web.id

Tulis Komentar:

0 komentar: