Setelah
melalui perjalanan berkilo-kilo yang penuh perjuangan dan membahayakan, pulau
di sebrang itu kelihatan juga akhirnya. Bersama sisa-sisa anak buahnya, sebuah
perahu kecil membawa mereka menyebrang.
Tiba
di daratan yang jauh, mereka masih harus meneruskan perjalanan yang lebih jauh.
Menerobos masuk ke dalam. Seakan memasuki area-area yang sama sekali tidak
dikenal di dunia nyata.
Butuh
beberapa hari perjalanan untuk sampai di tujuan. Rasa letih dan hampir putus
asa yang membayangi sepanjang waktu, terbayar juga. Ia disambut lelaki paruh
baya. Aura wajahnya masih sangat karismatik. Bermacam hidangan dikeluarkan.
Lapar yang tertunda menemukan obatnya yang sempurna. Segala cerita dan
keluh-kesah pun tumpah.
Lelaki
paruh baya itu tetap sebagaimana dulu. Pikirannya cemerlang. Melesat ke depan
seiring terbangnya burung Elang. Pandangan-pandangan Arya Wiraraja
begitu visioner. Membuat Raden Wijaya merasa senang dan tegak kembali
semangatnya setelah berantakan akibat kudeta kekuasaan di Singasari. Ia sangat
setuju dengan perancangan situasi olehnya.
“Sekiranya
nanti, proyek ini berhasil. Saya berjanji. Akan membagi tanah Jawa menjadi dua
dengan Jenengan,” katanya. Lelaki paruh baya itu terkekeh. “Masalah
itu, terserah Raden. Paling penting bagi saya, rencana ini harus berhasil dulu,
sebelum kita memikirkan hal-hal yang lain,” sahutnya.
Cerita
di atas adalah penggambaran kedatangan Raden Wijaya ke Madura dan pertemuannya
dengan adipati Sumenep Arya Wiraraja yang bertempat di Madura timur. Raden
Wijaya bukanlah tokoh biasa. Ia adalah pendiri kerajaan Majapahit.
Begitu
pun dengan sosok Arya Wiraraja. Ia juga bukan tokoh biasa. Sebab dialah
perancang utama di balik berdirinya kerajaan Majapahit dan naiknya Raden
Wijaya sebagai raja pertama.
Sejarah
Madura juga mengenal Panembahan Lemah Duwur. Atau yang memiliki nama asli Raden
Pratanu. Raja yang berkuasa di Madura barat. Meski berada jauh dari Jawa,
bahkan terasing di pedalaman Madura, karisma kekuasaannya di Madura barat
menjangkau hingga di Jawa Tengah.
Oleh
besarnya karisma kepemimpinan Panembahan Lemah Duwur, Sultan
Pajang tertarik pada sosok dan karismanya. Maka, ia
pun menikahkan Panembahan Lemah Duwur dengan salah seorang
putrinya. Pernikahan tersebut telah menjelaskan seberapa kuat sebenarnya
pengaruh Madura yang melintasi batas-batas geogaris yang sangat
sulit.
Di
masa-masa kemudian, ketika tanah Jawa diperintah oleh kerajaan Mataram. Pesona Madura tetap memikat Jawa. Salah
seorang dari rajanya adalah Amangkurat IV. Sebagaimana Sultan Pajang, ia juga
bermaksud menikahkan salah seorang putrinya dengan penguasa di Madura. Yaitu
Pangeran Cakraningrat.
Tentu,
alasan pernikahan tersebut sungguh politis. Menginginkan penguasa Madura
melunak. Dan mereka meredam keinginan untuk membangkang atau melepaskan diri
dari wilayah kekuasaan Mataram.
Bung Karno, Aku Ini Benci Dimaki-Maki
Jembatan Suramadu Sambut Generasi Milenial
Karisma Madura tak pernah lekang seiring perjalanan roda zaman. Di masa-masa modern sejumlah tokoh-tokohnya memberi pengaruh dan sumbangsih pada perkembangan nasional. Ribuan pondok pesantren yang tumbuh dan berkembang pesat di kepulauan satu, menetaskan tokoh-tokoh masa depannya sendiri di Madura.
Jembatan Suramadu Sambut Generasi Milenial
Karisma Madura tak pernah lekang seiring perjalanan roda zaman. Di masa-masa modern sejumlah tokoh-tokohnya memberi pengaruh dan sumbangsih pada perkembangan nasional. Ribuan pondok pesantren yang tumbuh dan berkembang pesat di kepulauan satu, menetaskan tokoh-tokoh masa depannya sendiri di Madura.
Tegaknya
jembatan Suramadu yang mampu menghubungkan Jawa dengan Madura, memperjelas
pengakuan bahwa wilayah yang terisolir dan jauh dari dunia luar, tidak melulu
identik dengan ikut terisolirnya pergaulan, pikiran berikut panggung
peradabannya.
Entah kebetulan ataukah tidak, namun sebagaimana zaman-zaman terdahulu, zaman ini juga memunculkan tokohnya sendiri yang mampu menggelindingkan perubahan terbaiknya di Madura. Jika di zaman dahulu ada Raden Wijaya dengan Arya Wirarajanya, Joko Tingkir dengan Panembahan Lemah Duwurnya. Di zaman milenial ada sosok Abdurahman Wahid atau Gus Dur yang menjembatani peradaban Madura dan dunia luar.
Suatu ketika bertanyalah Gus Dur kepada tokoh Madura yang bernama Mahfudh MD agar segera mengajukan Universitas Madura untuk dinegrikan. Setelah Mahfudh MD memeriksa, ternyata universitas Madura tidak memenuhi persyaratan. Tetapi Gus Dur ngotot. Setelah berbagai proses, maka Universitas Madura pun kini menjadi universitas negeri.
"Kalau tidak dinegrikan sekarang, berapa tahun lagi pun tidak
bakal Madura itu punya universitas negeri. Mumpung saya jadi presiden, sebelum
jembatannya itu selesai, ayo kita siapkan dulu universitas negerinya!" demikian kira-kira pernyataan Gus Dur sehingga ngotot Madura harus memiliki universitas negeri.
Entah kebetulan ataukah tidak, namun sebagaimana zaman-zaman terdahulu, zaman ini juga memunculkan tokohnya sendiri yang mampu menggelindingkan perubahan terbaiknya di Madura. Jika di zaman dahulu ada Raden Wijaya dengan Arya Wirarajanya, Joko Tingkir dengan Panembahan Lemah Duwurnya. Di zaman milenial ada sosok Abdurahman Wahid atau Gus Dur yang menjembatani peradaban Madura dan dunia luar.
Suatu ketika bertanyalah Gus Dur kepada tokoh Madura yang bernama Mahfudh MD agar segera mengajukan Universitas Madura untuk dinegrikan. Setelah Mahfudh MD memeriksa, ternyata universitas Madura tidak memenuhi persyaratan. Tetapi Gus Dur ngotot. Setelah berbagai proses, maka Universitas Madura pun kini menjadi universitas negeri.
Melalui spirit jembatan Suramadu, secara tak langsung, Gus Dur telah menyiapkan modal terbaiknya bagi Madura untuk menyambut generasi-generasi era milenial yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Jembatan Suramadu telah membuka isolasi geografis, tetapi tanpa ditopang oleh dunia pendidikannya sekaligus, maka jembatan megah tersebut hanya melahirkan generasi-generasi macan ompong belaka.
Gus Dur melalui Mahfudh MD telah memberikan akar dan fondasinya pasca-Suramadu. Sekarang, tinggal kita sendirilah untuk mengembangkannya dan membopong peradaban itu menggelinding secara mandiri. Tentu.
Waktulah yang nanti memberikan banyak penjelasan. []
Tulis Komentar:
0 komentar: