Translate

slider

Terbaru

Navigasi

Pangeran Cakraningrat dan Tragedi Kecupan di Kapal Kompeni


Pemerintahan Pangeran Cakraningrat digoyang kudeta. Musuh telah mengepung keraton. Tetapi ia berhasil lolos. Melalui utusannya, ia menyerah pada pihak Kompeni. Di kapal yang dipersiapkan, kompeni menyambut kedatangannya secara terhormat. Celakanya, tragedi kecupan tangan telah mengakhiri hidup Pangeran Cakraningrat secara dramatis.  

Salah satu keraton peninggalan  dinasti Cakraningrat/istimewa

Ia adalah generasi ketiga dari dinasti Cakraningrat yang berkuasa atas seluruh Madura. Nama aslinya adalah Raden Suradiningrat.  Dinasti ini dibentuk oleh Sultan Agung, raja Mataram. Setelah berhasil menaklukan seluruh kekuasaan di Madura tahun 1626, Sultan Agung melebur seluruh kerajaan di Madura dalam satu pemerintahan tunggal yang berpusat di Sampang.  

Pada masa pemerintahan Cakraningrat generasi kedua, yakni Raden Undagan, Madura mengalami pergolakan. Keponakan Raden Undagan yang bernama Pangeran Trunojoyo, bersekutu dengan putra mahkota Mataram untuk menggulingkan baginda raja. Setelah padamnya pergolakan Pangeran Trunojoyo, Madura timur memisahkan diri dari pemerintahan tunggal dinasti Cakraningrat.

Pada masa pemerintahan Cakraningrat generasi ketiga, yakni Raden Suradiningrat (Cakraningrat III), memiliki cita-cita besar menyatukan kembali seluruh Madura di bawah payung kekuasaan dinasti Cakraningrat. Ambisi tersebut segera memicu ketegangan di Madura.

Tetapi sebelum cita-cita itu terpenuhi, Raden Suradiningrat dilanda konflik keluarga. Putrinya yang menikah dengan bupati Pamekasan (Arya Adikara I) tiba-tiba pulang ke keraton Tonjung. Rupanya mereka sedang terlibat konflik rumah tangga.

Arya Adikara I pun datang berkunjung ke keraton Tonjung untuk menjemput kembali sang istri. Entah apa sebabnya, permintaan itu ditolak dengan tegas oleh Raden Suradiningrat. Penolakan itu membuat Arya Adikara I tidak terima. Ia pulang ke Pamekasan. Menghimpun kekuatan untuk menggempur Tonjung.

Mengetahui hal itu, Raden Suradiningrat kemudian mengirim pasukan yang dipimpin adiknya sendiri, yaitu Tumenggung Surahadiningrat, untuk menggempur balik Pamekasan. Celakanya, Tumenggung Surahadiningrat malah berbalik bersekutu dengan Pamekasan untuk menyerang Tonjung. Kekuatan gabungan ini juga didukung penuh oleh keraton Sumenep.

Menghadapi kekuatan besar yang bersekutu untuk mendongkel kekuasaannya, Raden Suradiningrat cepat-cepat mengirim utusan ke kerajaan Bali. Mememinta bala pasukan. Namun sebelum bala bantuan dari Bali itu datang, keraton Tonjung sudah dikepung dari berbagai arah, baik oleh pasukan Tumenggung Surahadiningrat, pasukan Pamekasan dan Sumenep.

Dikepung dari berbagai penjuru, Raden Suradiningrat tak punya banyak pilihan lain. Ia pun mencoba untuk menyerah, tetapi pada pihak kompeni.  Di mana kapal mereka juga sedang berada di selat Madura. Melalui utusannya, Penyerahan dirinya diterima. Kompeni siap menyambut Raden Suradiningrat beserta keluarganya di kapal.

Lolos dari kepungan pasukan musuh, Raden Suradiningrat beserta keluarganya langsung menuju kapal. Kedatangannya mendapat sambutan kehormatan dari pihak kompeni. Secara khusus, petugas mengantarkan istri Raden Suradiningrat menuju kamarnya. Tak selang lama, mendadak terdengar suara jeritan istri Raden Suradiningrat III.

Merasa ada bahaya yang mengancam, Raden Suradiningrat disusul putranya, segera mendatangi tempat kejadian. Kepadanya, sang istri menceritakan tindak tak patut  yang dilakukan oleh pihak pengawal kompeni. Menurut sang istri, pengawal tersebut telah bertindak asusila dengan  mencium tangannya.

Menurut adat-istiadat Belanda tindakan tersebut adalah bentuk penghormatan. Tetapi Raden Suradiningrat tidak mengetahui soal adat-istiadat ala Belanda tersebut. Karenanya ia merasa istrinya telah diperlakukan secara buruk dan tidak bermartabat sehingga spontan ia mengamuk beserta putranya.

Meski hampir membunuh semua awak kapal, namun Raden Suradiningrat akhirnya juga tewas. Karena peristiwa wafatnya yang demikian tersebut, selanjutnya ia disebut dengan Pangeran Sidhing Kapal (Pangeran yang meninggal di atas Kapal) [] 


Bagikan
Banner

Mnews.web.id

Tulis Komentar:

0 komentar: