Gerak
arus air laut timbul tenggelam di pelabuhan Perak. Pandangan mengambang lepas
ke tengah lautan. Melihat dua pasukan beradu keahlian tempur di atas samudera.
Tiba-tiba terdengar keras suara menggelegar di udara, tarrr tarrr. Layar
terbelah. Perahu besar limbung. Awak kapal tampak berlompatan. Mencari selamat.
Demikianlah
kira-kira gambaran imajiner yang diceritakan dalam kisah tutur masyarakat
Sumenep, tentang pertempuran dua tokoh legendaris, Jokotole dan Laksamana Cheng
Hoo.
Kisah
perang tanding dua tokoh ini seakan menjelma nyata terjadi, ketika ditemukan
puing-puing sisa kapal Laksamana Cheng Hoo di pelabuhan Tanjung Perak. Kini,
puing kapal yang berupa jangkar telah dipindahkan ke Klenteng Mbah Ratu yang
letaknya di Jl. Demak, Surabaya.
Perang
di laut ini memang tertulis di dalam babad Sumenep. Tetapi tokoh Laksamana
Cheng Hoo disebut dengan nama Dempo Awang, atau Sam Poo Tualang. Menurut babad,
Dampo Awang punya maksud ingin menaklukkan tanah Jawa dan Madura. Mereka
membawa kapal yang konon cukup besar ukurannya.
Saking
besarnya, babad sampai menjelaskannya dengan 'Dapat berlayar di laut, diatas
gunung dan diantara bumi dan langit.’ Sementara Jokotole menggunakan kuda
sebagai tunggangan dan cemeti sebagai senjata andalan. Saking cepat dan
mahirnya berkuda, orang Madura melihatnya bak kuda yang sedang terbang.
Berbekal
kuda dan cemeti, bersama pasukannya, Joko Tole berhasil menghancurkan pasukan
Laksamana berikut kapalnya. Menurut kepercayaan orang Madura, kapal tersebut
hancur berantakan di Bangkalan. Jangkar kapalnya jatuh di Desa Socah. Lalu,
bagaimana dengan jangkar kapal yang kini ada di Klenteng Mbah Ratu?
Tentu
saja, semuanya masih berupa meraba-raba. Sampai kemudian nanti ada pihak-pihak
yang kompeten mampu menyingkap misterinya. Termasuk tentang sosok Dempo Awang
yang oleh tutur lisan masyarakat di berbagai tempat diyakini sebagai sosok Laksamana
Cheng Hoo []
Tulis Komentar:
0 komentar: