Sebagaimana di daerah-daerah lain, Belanda juga merekrut orang-orang Madura untuk dijadikan tentara andalan kompeni. Tentara-tentara lokal ini kemudian diterjunkan untuk menumpas pihak-pihak yang mencoba menolak atau membangkang atas kehadiran Belanda di daerah-daerah setempat.
Di Madura, tentara kompeni yang beranggotakan orang-orang Madura ini
disebut dengan Barisan. Dalam
sejarahnya, tentara Barisan sudah
beberapa kali diterjunkan untuk meremukkan perlawanan-perlawanan yang digerakkan
oleh kerajaan-kerajaan setempat di berbagai daerah di tanah air.
Sumber perlawanan terutama terkait penolakan atas praktek monopoli dan
penguasaan Belanda atas sumber-sumber ekonomi. Biasanya, Belanda akan mencari secara
jeli dan teliti barangkali ada pihak-pihak yang bersebrangan dan bisa untuk diprovokasi.
Dalam pergolakan Pangeran Trunojoyo, misalnya, Belanda memanfaatkan kemenangan-kemenangan
Pangeran Trunojoyo untuk memperoleh sumber-sumber ekonomi dari pihak Mataram
yang diwakili oleh Raden Mas Rakhmat.
Melalui provokasi tentang tangguhnya pasukan Pangeran Trunojoyo, Belanda
berhasil menekan Mataram untuk menandatangani sebuah kontrak perjanjian yang
sangat menguntungkan secara penguasaan sumber-sumber ekonomi.
Mengenai tentara Barisan ini,
Kuntowijaya menjelaskan panjang-lebar hal-hal penting terkait pembentukan
maupun perkembangan tentara Barisan. Studinya
memaparkan bahwa keterlibatan orang-orang Madura yang diperuntukkan demi
kepentingan Belanda telah terjadi sejak tahun 1646-1755. Tahun ini bertepatan dengan masa Raden Undagan, selaku pemangku
dinasti Cakraningrat generasi yang kedua.
Pembentukan secara resmi untuk merekrut orang-orang Madura sebagai tentara
Belanda, dimulai tahun 1831-1858. Tiga kerajaan di Madura, yaitu kerajaan
Bangkalan, kerajaan Pamekasan dan kerajaan Sumenep, menandatangani kontrak
dengan Belanda terkait pembentukan tentara Barisan.
Sebagai kompensasinya, Belanda membebaskan kerajaan-kerajaan tersebut dari
kewajiban membayar upeti tahunan.
Pada tahun 1858, Belanda melakukan perombakan revolusioner. Jika
sebelumnya tentara Barisan berada di
bawah otoritas penuh pihak kerajaan, kini tentara Barisan berada di bawah kendali total pemerintahan kolonial
Belanda. Sudah barang tentu, perubahan ini berkaitan erat dengan kontribusi Barisan yang sangat besar bagi Belanda,
sebab sering sekali diperbantukan untuk melawan perlawanan-perlawanan yang
muncul di berbagai tempat di Nusantara.
Sebut saja beberapa perlawanan di berbagai daerah dimana pasukan Barisan dilibatkan untuk melumpuhkan,
mulai dari perang Jambi-Palembang (1833), perang Padri (1835-1837), ekspedisi
Bali, ekspedisi Bone pertama di Sulawesi (1859), Perang Aceh (1837-1886),
hingga perang Lombok (1894).
Sisi lain yang cukup menarik dari studi Kuntowijoyo mengenai pembentukan
tentara Barisan adalah antusiasme
orang Madura untuk mengikutinya, yaitu terkait motivasi yang mendasari
orang-orang Madura dengan senang hati mau direkrut. Di antara motivasi utamanya
berhubungan dengan kondisi ekonomi dan kemiskinan yang cukup memprihatinkan. Karena
itu, mayoritas dari anggota Barisan adalah
para petani.
Maka tidak mengherankan, jika bagi orang-orang Madura, perekrutan tentara Barisan dianggap sebagai lapangan
pekerjaan yang sangat menjanjikan secara ekonomi. Di samping sebagai pekerjaan
yang mendatangkan penghasilan pokok, menjadi tentara Barisan juga merupakan
perbaikan status sosial di tengah masyarakat.
Bagi pihak Belanda, ketertarikan orang-orang Madura dalam perekrutan
dilihat sebagai adanya ‘semangat
keprajuritan’ yang tertanama
alamiah dalam diri masyarakat Madura []
Tulis Komentar:
0 komentar: