Di antara rahasia mengapa Belanda mampu bertahan lama menjajah Nusantara adalah keberadaan tentara pribumi di garda terdepan pasukan Belanda. Berkat tentara inilah, Belanda mampu merontokkan perlawanan-perlawanan di berbagai daerah Nusantara yang ingin dikuasainya. Di Madura, tentara ini disebut dengan Barisan.
Pada Juni 1677, keraton Mataram di Plered berhasil dijebol oleh pasukan
Pangeran Trunojoyo. Pusaka-pusaka keraton, terutama mahkota Majapahit dibawa ke
Kediri, di mana Pangeran Trunojoyo sedang membangun benteng baru setelah
benteng di Surabaya dihancurkan musuh. Sementara Amangkurat I (raja Mataram)
beserta para pangerannya telah kabur menyelamatkan diri.
Kabar runtuhnya keraton Mataram berikut pertahanannya, sontak membuat
pihak Belanda yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman terkesiap bukan
alang kepalang. Keterkejutan Speelman wajar, sebab ia baru saja menghancurkan
pusat pertahanan Pangeran Trunojoyo di Surabaya dan Madura. Ketika Speelman
bermaksud memburu Pangeran Trunojoyo yang lari ke pedalaman Kediri, tiba-tiba
saja telah diberitakan pasukan Pangeran Trunojoyo berhasil meruntuhkan keraton
Mataram di Plered.
Menyadari kekuatan lawan serta strategi lihai militer pihak Pangeran
Trunojoyo, Speelman mulai mengumpulkan jagoan-jagoan perang dari daerah lain.
Di antaranya adalah jagoan-jagoan dari Ambon yang dipimpin oleh Kapiten Jonker,
dan jagoan-jagoan dari Bugis yang dipimpin oleh Arung Palakka.
Setelah melalui pertempuran-pertempuran yang sengit, melelahkan dan
memakan banyak korban, Pangeran Trunojoyo dan pasukan aliansinya berhasil
dikepung di gunung Limbangan pada akhir 1679. Pangeran Trunojoyo menyerah
setelah pasukannya kehabisan perbekalan.
Barisan, Tentara Kompeni dari Madura
Kalau kita mendengar pasukan kompeni disebut-sebut, maka jangan
dibayangkan bahwa semua anggota tentaranya adalah murni orang-orang Belanda.
Mayoritas justru adalah tentara pribumi. Ketika maju di medan perang, hampir
selalu tentara Belanda berada di barisan belakang. Sementara di bagian depan
adalah tentara-tentara lokal, alias pribumi.
Belanda sengaja merekrut orang-orang lokal untuk dijadikan tentara. Hal ini
dikarenakan orang-orang lokal lebih mengenal medan serta lebih memiliki
keberanian dan kemampuan lebih tangguh dari pasukan asli Belanda sendiri,
terutama ketika dihadapkan pada perang-perang gerilya. Orang-orang lokal yang
direkrut menjadi tentara oleh Belanda tersebut banyak tersebar di berbagai
daerah.
Berita Selanjutnya: Antek Kompeni dan Laskar-Laskar di Madura
Tujuan utama pembentukannya tidak lain untuk adalah memudahkan Belanda
untuk menumpas para pembangkang di Nusantara. Para pembangkang ini bisa berupa
kerajaan-kerajaan yang menolak tunduk atas praktek monopoli yang sedang dipraktekkan
oleh pihak Belanda.
Seberapa efektif tentara-tentara kompeni lokal ini, bisa dilihat dari
kemenangan Speelman ketika menumpas perlawanan Pangeran Trunojoyo. Kemenangan
tersebut tentu saja tidak bisa dilepaskan dari keberadaan pasukan-pasukan
pribumi, terutama yang dipimpin oleh Kapiten Jonker dan Arung Palakka berikut
anak-anak buahnya.
Keberadaan tentara kompeni yang berisi orang-orang lokal ini juga ada di
Madura. Tentara kompeni lokal-Madura tersebut diistilahkan dengan Barisan. Sebagaimana tentara kompeni
lokal lainnya, tentara Barisan secara
khusus diterjunkan untuk membantu Belanda untuk menumpas perlawanan-perlawanan
kerajaan lain di Nusantara yang menolak tunduk kepada Belanda.
Menurut studi Kuntowijoyo, tentara barisan direkrut secara langsung oleh
tiga kerajaan di Madura, yaitu kerajaan Bangkalan, kerajaan Pamekasan dan
kerajaan Sumenep. Pada tahun 1819, Raja Bangkalan menyediakan 1000 tentara yang
dikepalai orang terdekatnya. Raja Sumenep menyediakan 1.080 tentara pada tahun
1817.
Tentara Barisan kemudian dilegalkan
pada 1831-1858. Sebagai kompensasi atas
perekrutan tentara barisan yang disediakan, masing-masing kerajaan dibebaskan
dari pembayaran upeti kepada pemerintahan Belanda []
Tulis Komentar:
0 komentar: