Translate

slider

Terbaru

Navigasi

Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Madura

Tahun 1626. Madura banjir darah. Puluhan ribu prajurit dari kerajaan Mataram bak banjir bandang. Bermunculan dari lautan. Melakukan penyergapan dadakan ke semua penjuru kerajaan di Madura.  Meski persiapan  ala kadarnya, Raja-raja Madura segera membangun pertahanan.

 

Serangan  yang digencarkan oleh kerajaan Mataram untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di seluruh Madura di tahun 1626, sebetulnya merupakan serangan periode kedua. Sebelumnya, yaitu pada tahun 1624, Mataram telah menggempur Madura besar-besaran dengan membawa puluhan ribu prajurit. Tetapi serangan pertama ini gagal.

Dalam hal ini, meski hanya berjumlah sekitar 6 ribu prajurit, namun pasukan Madura cukup tangguh. Bahkan sebanyak 16 panglima perang Mataram tewas terbunuh dalam pertempuran. Ribuan prajurit Mataram lainnya yang terdesak, terpaksa naik kembali ke kapal masing-masing. Membawa pulang kegagalan.  

Di tahun 1626, Sultan Agung kembali memerintahkan penaklukan Madura. Kali ini serangan dilakukan jauh lebih mendadak dan jumlah pasukan yang berlipat-lipat. Serangan ini terasa tidak ubahnya gelombang tsunami bagi kerajaan-kerajaan di Madura, karena membludaknyaa prajurit-prajurit Mataram dari berbagai penjuru.

Di Arosbaya, pasukan Arosbaya banyak bertumbangan. Gagal menahan gempuran tsunami pasukan Mataram. Melihat situasi yang mulai tidak memungkinkan, Pangeran Mas mencoba untuk menyelamatkan diri ke Banten. Sayangnya, karena tak ingin ikut campur, Sultan Banten menyerahkan Pangeran Mas. Di Mataram, Pangeran Mas dibunuh.  

Pangeran Baliga yang berkuasa di Blega,  tewas saat ity juga saat berusaha menahan laju prajurit Mataram. Begitu pun di Pamekasan, hampir seluruhnya tak tersisa, sebab rakyat Pamekasan dan pihak keluarga istana dan pasukannya enggan untuk mundur. Mereka memilih mati ketimbang harus menurunkan senjata.

Di Sumenep pertahanannya juga jebol. Cokronegoro I, raja Sumenep, masih sempat menyelamatkan diri.  Tetapi di Sampang, ia dan pasukannya terhadang. Meski  Cokronegoro I dan pasukannya tewas, tetapi  putra mahkota yang berusia 3 tahun, bernama Raden Bugan terselamatkan dan dibawa ke Cirebon. 

Pasca-serangan besar itu, Madura menjadi sunyi. Sebab seluruh pemerintahan di Madura runtuh karena kehilangan para pemimpin. Mulai dari ujung timur Sumenep, hingga ujung barat di Arosbaya.

Sultan Agung hanya satu orang, yaitu  Raden Praseno. Penerus kerajaan Arosbaya yang masih berusia  sangat belia []

 

 

 

Bagikan
Banner

Mnews.web.id

Tulis Komentar:

0 komentar: