Translate

slider

Terbaru

Navigasi

Perang Sabil di Madura Melawan Kompeni (1)

Berhasil menjadi pemenang dalam perang dunia II, sekutu mendukung penuh kompeni Belanda untuk menguasai kembali tanah jajahan di Indonesia. Rakyat Indonesia melawan. Perang pun berkobar di mana-mana. Di Bandung, perlawanan rakyat terkenal dengan lautan apinya. Atau di Surabaya dengan perang 10 Novembernya. Lalu apa yang terjadi di pulau Madura ketika itu?



Secara serempak militer Belanda menggempur besar-besaran daerah-daerah utama Indonesia dengan skala penuh, mulai Jawa dan Sumatera. Belanda sangat percaya diri dengan kekuatan milietr yang dimilikinya akan sangat mudah untuk kembali menguasai Nusantara.

Perlawanan rakyat semesta pun meletus di berbagai tempat.

Khusus mengenai penguasaan pulau Madura, sejak awal belanda berkoar-koar hanya butuh 24 jam untuk melumpuhkan perlawanannya. Koar-koar Belanda tersebut memang sangat masuk akal. Mengingat peralatan perang pejuang Madura yang sama sekali tak sebanding, bahkan mungkin konyol. Belanda tidak saja berbekal senapan otomatis, tetapi juga tank dan pesawat tempur di udara.

Sementara pejuang Madura hanya mengandalkan senjata tradisional, celurit, keris atau tombak. Meski memiliki senapan rampasan Jepang, jumlahnya hanya sedikit.

Dengan Koar-koarnya itu, Belanda barangkali membayangkan, dengan senjata para pejuang Madura yang ala kadarnya itu, maka cukup sekali gempur saja menggunakan tank dan pesawat udara, maka jebollah pertahanan Madura.

Untuk membuka pintu masuk ke dalam pulau, Belanda memulai perang dengan teror psikologis.

Belanda terlebih dahulu melakukan teror pengintaian di sekeliling pantai-pantai Madura menggunakan pesawat tempur. Beberapa kali pesawat tempur mereka meraung seperti sengaja menertawakan perlawanan orang Madura yang hanya bermodal senjata konyol, seperti keris atau tombak dan sejumlah senapan.

Bukan hanya itu. Demi melemahkan moral dan mental para pejuang Madura, Belanda juga mengerahkan pasukan andalan lain, yaitu Barisan Cakra. Dimana tentaranya sebagian terdiri dari orang-orang Madura sendiri.

Pada 5 Juli 1947 pagi, aksi menguasai Madura pun dimulai.

Belanda menerjunkan 6 buah amphibi yang dikawal oleh 3 pesawat udara jenis mustang. Tiga pesawat udara itu lalu bermanuver menghamburkan tembakan demi tembakan pada bagian pantai yang diduga terdapat pos-pos pertahanan pejuang Madura.

Enam amphibi itu lalu memecah dua serangan. Tiga amphibi menuju pelabuhan Feri timur Kamal dan tiga lainnya menuju pelabuhan Kamal. Masing-masing berusaha mendarat untuk membuka jalan dan membuat pertahanan pintu masuk pulau.


Pejuang Bersabung Nyawa

Menghadapi kedatangan militer Belanda ini, para pejuang Madura sudah siaga sabung nyawa. Mempertahankan tanah leluhur dan tumpah darah sudah dianggap jihad fi sabilillah. Perang sabil. Menghadang militer Belanda agar tak masuk Madura.

Di Pelabuhan Feri Timur Kamal, penjagaan pantai dipimpin oleh Letnan RP Muhammad Ramli. Untuk menahan laju tentara Belanda agar tidak sampai mendarat, pasukan Madura ini terbilang nekat bukan main.

Letnan RP Muhammad Ramli membagi pasukannya menjadi dua. Pasukan pertama diminta siaga di belakang dengan tembakan perlindungan, sementara pasukan kedua yang dipimpin langsung olehnya, nekat maju mendekati amphibi belanda.

Letnan RP Muhammad Ramli dan pasukannya memang tak kenal takut. Terus menerobos. Mendekati amphibi. Tembak-menembak semakin beringas.

Aksi kenekatan Letnan Ramli dan pasukannya membuat tentara Belanda kelimpungan. Korban mulai berjatuhan.

Di tengah desingan peluru Belanda, Letnan dan pasukannya berhasil mendekati amphibi tanpa bisa dibendung. Letnan sendiri bahkan berhasil naik ke atas amphibi.

Kenekatan tersebut akhirnya memang harus dibayar mahal. Sesampainya di atas amphibi, Letnan Ramli diberondong tembakan hingga akhirnya tewas. Tetapi keberanian sang Lethan dan pasukannya sudah cukup menggetarkan nyali tentara Belanda.

Perlawanan menyabung nyawa demi menghalau masuknya pasukan militer Belanda ke pulau Madura juga terjadi di pelabuhan Kamal.

Motivasi perang sabil menolak kedatangan penjajah dan musuh negara, membuat pejuang Madura memilih lebih baik putih tulang ketimbang putih mata. Melawan sampai penghabisan.

Meski secara persenjataan terbilang terlalu canggih di masanya, namun karena perlawanan yang cukup sengit yang diberikan oleh pejuang Madura tak urung membuat Belanda tetap kewalahan untuk menjebol masuk ke Madura. Korban pun tak hanya berjatuhan di pihak Madura, di pihak Belanda pun jumlah korban tewas dan luka-luka juga tidak sedikit.

Perlawanan yang mengerikan itu akhirnya memaksa Belanda untuk menghentikan sementara agresi militernya. Mereka akhirnya bertolak kembali ke Surabaya. []


Bagikan
Banner

Mnews.web.id

Tulis Komentar:

0 komentar: