Ada kebiasaan masyarakat yang kurang tepat, yaitu begitu seseorang meninggal dunia, dianggap tidak pantas untuk segera membagikan harta warisan. Padahal begitu meninggal harus segera dibagikan harta warisannya. Semakin ditunda pembagiannya, kian berpotensi untuk menimbulkan konflik. Jadi jangan terlalu lama,” demikian disampaikan oleh ustadz Dr. Nur Kholis Majid, MHI, dalam kuliah shubuh rutin setiap Minggu pagi di Masjid Cheng Hoo Surabaya.
![]() |
Ustadz Dr. Nur Kholis Majid |
Ustadz Dr. Nur Kholis Majid kemudian menceritakan sejumlah pengalamannya membantu masyarakat memecahkan masalah seputar pembagian warisan di tengah masyarakat. Di antaranya di tahun 2018. Terjadi konflik mendekati carok karena persoalan warisan.
“Masalah pembagian warisan ini tidak kunjung selesai, karena pembagiannya ditunda-tunda sedemikian lama. Setelah saya tanya, ternyata sang ayah sudah meninggal tahun 1970. Itulah kenapa semakin cepat pembagian warisan itu semakin baik,” katanya.
Sebelum harta warisan dibagi-bagikan, lanjut Ustadz Dr. Nur Kholis Majid, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya menghitung biaya-biaya tertentu yang nantinya biaya tersebut diambil dari harta warisan.
“Seperti biaya perawatan selama sakit. Misalnya, habis berapa biaya opname dan sebagainya. Kedua, biaya pemakaman. Kalau di kampung mungkin tidak ada biaya, tetapi kalau di kota-kota besar, pemakaman itu berbiaya. Ketiga, membayar hutang jika yang wafat itu memiliki hutang. Jadi, biaya perawatan, pemakaman hingga hutang itu diambil dari harta warisan. Setelah semuanya sudah dibayarkan, barulah harta warisan dibagi-bagi,” katanya.
Selain masa-masalah krusial di atas, sejumlah problematika di seputar warisan lainnya adalah pembagian dua banding satu antara laki-laki dan perempuan. Sebab adakalanya masih ada yang mempertanyakan. Menurutnya hal tersebut merupakan hukum Allah yang terbaik.
“Tetapi sebenarnya tidak masalah jika mau dibagi rata, asalkan ada kesepakatan sebelumnya. Lalu dijelaskan lebih dulu seperti apa hukum asalnya. Ini namanya pihak saudara laki-laki bersedekah kepada saudara perempuannya,” katanya.
Selain kerelaan dari pihak saudara laki-laki untuk berbagi rata dengan saudara perempuannya, solusi lainnya adalah dengan jalan memberikan hibah. Masalah seperti ini bisa muncul, misalnya, jika orang tua merasa anak perempuannya lebih berhak atas harta tertentu, karena merawat dirinya sepanjang waktu.
“Kalau harta dibagi setelah orang tua meninggal, itu namanya harta warisan. Namun jika orang tua berkehendak untuk memberikan harta itu kepada salah salah seorang anaknya sebelum ia meninggal, maka itu namanya hibah. Jadi orang tua bisa menyelesaikan perkara ketika ia masih hidup. Alasannya, bisa karena ia ingin memberikan lebih kepada anak perempuannya yang merawat dengan sangat baik selama ia hidup,” katanya.
Problematika Rumah Induk
Pertanyaan lainnnya yang dianggap tak kalah penting dan rawan dalam masalah warisan adalah rumah induk. Rumah ini biasanya dibiarkan, alias tidak dijual. Menurut Ustadz Dr. Nur Kholis Majid, hal tersebut sebenarnya dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Bagi generasi pertama, barangkali tidak masalah. Tidak demikian dengan generasi kedua atau ketiga.
“Generasi pertama masih mengerti sejarah, sehingga saling memahami satu sama lain, tetapi generasi mendatang? Bisa berpotensi menimbulkan konflik, misalnya, antar-cucu yang mana mereka ini tidak mengerti sejarah,” katanya.
Solusi yang tepat, sambung Ustadz Dr. Nur Kholis Majid, rumah induk bisa dibeli sendiri oleh saudara yang mampu. Lalu segera dilakukan proses balik nama. Keuntungannya kalau dibeli saudara rumah masih bisa dikunjungi.
“Solusi kedua, yaitu wakaf. Wakaf untuk keluarga. Harus dicatatkan notaris. Wakaf nggak bisa dimiliki perorangan. Semuanya berhak atas rumah induk. Tapi ya itu, harus dicatatkan pada noratis, sehingga tidak berpotensi menimbulkan konflik di generasi-generasi mendatang,” katanya.
Selain masa pembagian harta warisan, tidak kalah pentingnya adalah mencatat dan membayar hutang yang meninggal. Ustadz Dr. Nur Kholis Majid, MHI menganjurkan agar masalah hutang juga jangan sampai diabaikan, karena dapat memberatkan pihak yang meninggal.
“Berbeda dengan harta warisan yang ada pembagiannya, pembayaran hutang ini tidak ada secara khusus. Sebaiknya segera dicatat hutang-hutang tersebut, kemudian segera dilunasi,” katanya. []
Tulis Komentar:
0 komentar: