Agama lama masyarakat Madura adalah Hindu atau Budha. Kini hampir 100% masyarakatnya memeluk agama Islam. Apa faktor di baliknya?
Selain peran penting para ulama, juga tak lepas dari peran para tokoh besar setempat yang mampu mengelola gejolak peralihan zaman. Dari agama lama ke agama baru, yaitu Islam.
Dalam hal ini, setidaknya terdapat tiga tokoh setempat yang memiliki jiwa revolusioner karena kemampuannya mengantarkan Masyarakat Madura pada zaman baru dengan damai dan bahagia.
1. Jokotole:
Jokotole adalah raja Sumenep generasi yang ke-13. Ketika beliau menjadi raja, para bangsawan keraton hingga raja-rajanya, termasuk Jokotole sendiri masih memeluk agama lama. Meski sebetulnya proses dakwah Islam sudah mulai tersebar di Madura. Terutama di wilayah kekuasaan Jokotole, yaitu Sumenep.
Tersebutlah Sunan Padusan. Tokoh yang diketahui sebagai perintis syiar Islam di tanah Sumenep.
Dan ternyata melalui proses dakwah Sunan Padusan, Jokotole terbuka hatinya untuk menerima hidayah agama Islam.
Jokotole kemudian menjadi sosok raja pertama yang masuk Islam di Madura.
Berkat keluwesan dan karisma kepemimpinan seorang Jokotole ini, peralihan zaman dari agama lama ke agama baru berlangsung dinamis dan tanpa gejolak berarti. Sebab tak ada paksaan kala itu bagi rakyat Sumenep yang masih ingin berpegang pada agama lamanya.
Itulah kenapa kita perlu menziarahi makam beliau, karena dapat menjadi inspirasi menghadapi berbagai gejolak zaman.
Beruntungnya, jika kita ingin berziarah Makam Jokotole sekarang dapat diakses melalui google maps.
2. Ronggosukowati
Ronggosukowati adalah pemimpin besar dari Madura tengah, yaitu Pamekasan.
Di Pamekasan itu ada peninggalan bekas candi yang terkenal dengan sebutan candi burung. Burung artinya tidak jadi dibangun.
Adanya pembangunan candi burung ini, memberitahu kita bahwa di Pamekasan pernah menjadi salah satu wilayah yang akar keagamaan lamanya, yaitu Hindu atau Budha sangat kuat.
Masuknya syiar Islam ke kota Pamekasan, sebagaimana Madura timur atau Sumenep, berlangsung secara damai dan bahagia.
Hal tersebut bisa kita nilai dari peninggalan candi burung yang hingga saat ini masih ada. Membuktikan teguhnya nilai-nilai kebersamaan masyarakat meski berbeda keyakinan
Tentunya ini tak lepas dari faktor kepemimpinan rajanya yang kuat di tengah rakyat yang diperintahnya. Yaitu Ronggosukowati.
Melalui kearifan dan kebijaksanaannya sebagai sosok raja yang mengayomi, peralihan zaman baru di Pamekasan berlangsung kondusif dan berjalan secara alamiah.
3. Raden Pratanu
Ketika tanah Jawa sedang bergolak oleh Politik-Kekuasaan para raja, di pintu Gerbang Madura, yaitu Madura barat, lahirlah tokoh visioner yang punya visi Madura masa depan. Beliau adalah Raden Pratanu.
Karena sebuah mimpi, akhirnya beliau masuk Islam. Melalui jalur Sunan Kudus.
Jalur beliau masuk Islam melalui Sunan Kudus sebenarnya terbilang cukup jenius. Karena Madura barat lebih dekat posisinya dengan padepokan Sunan Ampel di Surabaya. Namun rupanya beliau lebih memilih jalur Sunan Kudus.
Langkah tokoh yang juga berjuluk Panembahan Lemah Duwur ini, dampaknya cukup berarti bagi perkembangan Madura di masa depan. Sebab secara tidak langsung, keberadaan Sunan Kudus telah menyambungkan dua peradaban, yaitu peradaban pusat yang berada di tanah Jawa dan peradaban pedalaman di pulau Madura.
Sebagaimana kita saksikan, pulau Madura kemudian menjadi surga para santrinya Walisongo dari berbagai jalur, tidak lagi hanya Sunan Ampel, Sunan Giri, juga yang jauh jaraknya, yaitu Sunan Kudus.
Walau datang dari zaman kekunoan, tiga tokoh besar setempat tersebut bisa dijadikan panduan dan inspirasi generasi muda milineal dalam menggenggam zaman global []
Tulis Komentar:
0 komentar: