Translate

slider

Terbaru

Navigasi

Antek Kompeni dan Laskar-Laskar Madura

Orang Madura tak lebih dari antek Kompeni. Ungkapan menyedihkan ini terbaca di banyak komentar di media-media sosial. Juga banyak konten serupa berseliweran di beranda-beranda YouTube. Dengan riuh olok-olok di kolom-kolom komentar.

Tentu saja, cemoohan itu "ada", karena informasi tentang orang-orang Madura secara utuh itu sangat sedikit. Sehingga banyak yang tidak tidak tahu, betapa kerasnya orang-orang Madura ketika mengusir kompeni dari bumi Jokotole.

Perjuangan "mengusir" tersebut bahkan telah diperjuangkan oleh orang-orang Madura sejak abad ke-17. Khusus di tanah Jawa, perang besar "mengusir" tersebut justru dimulai dari tanah Madura. 

Satu hal tentang titik lemah Madura adalah secara geografis. Pulau Madura tidak memiliki hutan-hutan yang luas, sehingga tak ada tempat bersembunyi yang strategis di pulau Madura. 

Paling tidak, inilah bedanya perjuangan panjang antara orang-orang Madura dan orang-orang Aceh. 

Di Aceh masih banyak tempat-tempat melakukan perang bawah tanah, karena wilayahnya yang luas dan berupa hutan-hutan sebagai pertahanan yang alami. 

Laskar-Laskar Perang

Tidak adanya tempat-tempat yang strategis untuk dijadikan ajang menggelar perang panjang, menjadikan para pejuang Madura harus berkompromi dengan situasi. 

Kompromi paling memungkinkan adalah mengendurkan urat perang fisik. Pada waktu yang tepat, barulah menggelar perang penghabisan. Hal ini kerap kali diterapkan oleh para pemangku di Madura.

Di antara waktu-waktu yang tepat itu, yaitu ketika Indonesia telah memiliki kemampuan memperjuangkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Seiring moment itu terjadi, telah banyak laskar-laskar pembela NKRI berdiri di seluruh Madura. 

Terbentuknya laskar-laskar di Madura, mula-mula berawal dari berdirinya Badan Keamanan Rakyat. Bertujuan untuk melindungi rakyat dan para pejabat dari kemungkinan serangan Jepang dan kaki tangannya. 

Hal ini dapat dibaca dalam buku yang berjudul, "Peranan Resimen 35 Jokotole, Beserta Laskar Sabilillah, BPRT, dan Persindo, dalam Perang Kemerdekaan ke-1 di Madura". 

Diceritakan dalam buku tersebut, kesepakatan membentuk BKR di Madura terjadi pada 27 Agustus 1945 di Jl Jokotole 12, Pamekasan. Ketua terpilih sebagai pimpinan BKR adalah M Ersyad Trunojoyo. Wakilnya Candra Hasan.

Kemudian, disusul oleh pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Pembentukan ini diikuti oleh KNI, Residen, Eks PETA dan eks Barisan. 

Nah. Untuk sistem pergerakan organisasi, digunakanlah sistem PETA. Mulai dari tanda pangkat, baris-berbaris, menyerang, pola pertahanan, termasuk juga senjatanya yang merupakan bekas PETA dan Jepang. 

Baca juga: Letkol Candra Hasan dan Ambisi Belanda Kuasai Madura

Untuk anggota-anggota yang tidak masuk dalam TKR, lalu diberi tugas untuk memimpin badan-badan kelaskaran, seperti BPRI atau badan pemberontakan rakyat Indonesia, Barisan Sabilillah, hingga laskar Hizbullah. 

Badan-badan kelaskaran ini ada di setiap kabupaten di Madura. 

Sebenarnya, masih ada laskar-laskar lainnya, yaitu: Laskar pemuda sosialis Indonesia (pesindo), dan ikatan pemuda Indonesia (IPI) (153). Juga ada pasukan-pasukan relawan, dimana pasukan ini tidak resmi alias berasal dari rakyat kebanyakan yang juga ingin menyalurkan jiwa bela negaranya. 

Perang 4 Bulan 

Ketika Belanda ingin kembali menguasai Indonesia melalui Agresi Militer 1-2, Madura termasuk daerah yang mau direbut untuk kemudian ingin dijadikan Negara Madura oleh Belanda. 

Karena ambisi yang besar, Belanda ingin menguasai Madura secepat mungkin. Karena itu, mereka mengerahkan tank, panser hingga pesawat-pesawat tempur ke Madura. 

Berkat keberadaan kesatuan laskar-laskar di Madura dan didorong oleh jiwa bela negara, meletuslah pertempuran sengit selama berbulan-bulan di seluruh penjuru pulau Madura. Untuk menahan dan menumpas pasukan tempur modern kompeni Belanda. 

Berita Lainnya: Tentara Barisan dan Asal-Usulnya

 Madura yang kebanyakan memakai persenjataan tradisional ini, tentu takkan pernah terjadi, jika orang-orang Madura itu memang antek Kompeni serta tidak memiliki jiwa perlawanan.

Lain daripada itu, keberadaan laskar-laskar tersebut, menunjukkan betapa kerasnya patriotisme orang-orang Madura di medan tempur demi bumi Pertiwi. Terutama ketika pada tahun 1947, Belanda yang ingin menguasai Madura, kemudian menciptakan Barisan Cakra. Barisan ini merupakan pasukan Belanda yang direkrut dari orang-orang Madura itu sendiri. Hal ini tentu bertujuan untuk memecah-belah kesatuan rakyat Madura. Meletuslah perang Sabil di kota Pamekasan. Untuk mempertahankan pulau Madura dari agresi militer Belanda. []

Bagikan
Banner

Mnews.web.id

Tulis Komentar:

0 komentar: