Di era kemerdekaan, Belanda ternyata masih nekat dan bersikeras untuk menguasai kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui aksi militer perebutan wilayah-wilayah penting di tanah air.
Salah satunya adalah pulau Madura.
Penyerbuan besar-besaran Belanda ke Madura, tertulis dalam buku "Peranan Resimen 35 Jokotole, Beserta Laskar Sabilillah, BPRT, dan Persindo, dalam Perang Kemerdekaan ke-1 di Madura".
Buku ini menyebutkan, pada 21 Juli 1947, seluruh Madura dinyatakan darurat bahaya perang. Karena Belanda telah mengerahkan segenap kekuatan militernya untuk mencengkeram pulau Madura.
Untuk kepentingan tersebut, Belanda sampai mengerahkan panser, tank dan pesawat-pesawat tempur.
Padahal, rata-rata orang-orang Madura peralatan tempurnya adalah senjata tradisional maupun doa para kiai. Serta senjata bekas hasil rampasan dari Jepang.
Merasa kurang cukup. Belanda juga merekrut pasukan yang terdiri dari orang-orang Madura, sehingga menambah sulit situasi. Karena orang-orang Madura dihadapkan pada musuh yang merupakan masih saudara sendiri.
Dengan strategi demikian, Belanda pun berani berkoar bahwa mereka hanya butuh 24 jam untuk menguasai seluruh Madura.
Letkol Candra Hasan
Koar 24 jam yang disombongkan oleh kompeni gagal terbukti. Para pejuang Madura ternyata mampu menahan gempuran dahsyat dari darat maupun udara dari tentara Belanda hingga berbulan-bulan pertempuran.
Daya tahan luar biasa rakyat Madura menahan gempuran hebat kompeni, salah satunya tak lepas dari strategi tempur panglima perangnya, yaitu Letkol Candra Hasan.
Letkol Candra Hasan adalah komandan Resimen 35 Jokotole. Membawahi seluruh laskar perang di seluruh Madura.
Di bawah komando Letkol Candra Hasan, perang gerilya di seluruh Madura dinyalakan.
Puncak perang terjadi di wilayah tengah Madura, yaitu Pamekasan. Di kota ini para pejuang sepakat untuk menjadikan Pamekasan sebagai nerakanya pasukan Belanda.
Dua belah pihak pun saling adu strategi dan adu kuat dalam perang fisik secara berhadap-hadapan.
Akibat perang habis-habisan ini banyak jatuh korban di kedua belah pihak.
Namun Belanda yang kehabisan senjata dan tentara bisa dengan cepat dapat segera menyuplai persenjataan dan pasukan dari Surabaya. Mulai tank dan pesawat tempur, sehingga Belanda kian galak di darat maupun udara.
Tidak demikian dengan para pejuang Madura. Keterbatasan alat komunikasi dengan pemerintahan pusat untuk meminta bala bantuan, menjadikan mereka kekurangan amunisi dan perbekalan dengan sangat cepat.
Menyadari situasi yang kian tidak memungkinkan untuk melanjutkan perang, setelah bertahan 4 bulan lamanya, Letkol Candra Hasan memerintahkan seluruh laskar di Madura untuk membubarkan diri masing-masing agar tak terlacak oleh Belanda.
Tetapi pada Desember 1947, Letkol Candra Hasan berhasil ditangkap Belanda. Kemudian dipenjara yang di dalamnya ada orang-orang gila.
Belanda menggunakan kesempatan baik ini, untuk menawarkan jabatan-jabatan yang menggiurkan Namun ditolak sang Letkol.
Pada, Belanda memperparah tekanan. Letkol Candra Hasan, kemudian dipindahkan ke penjara Kalisosok, Surabaya. Di penjara yang terkenal itu, Candra Hasan disekap di ruang gelap hingga 1,5 tahun.
Belanda terus merayu dengan telaten, supaya Candra Hasan mau tunduk.
Mulai rayuan akan dijadikan bupati Madura hingga komandan polisi Cakra. Tetapi keteguhan, keberanian dan nasionalisme Letkol Candra Hasan terlalu kuat, sehingga ia sama sekali tak bergeming.
Meski tak sepenuhnya mampu membendung gempuran Belanda.
Dengan kegigihan, keberanian dan keteguhannya memegang prinsip Madura sebagai bagian dari bumi Pertiwi bersama seluruh rakyat Madura, Letkol Candra Hasan layak kita acungi celurit tinggi-tinggi
Sudah selayaknya, sosok Letkol Candra Hasan ini dikenalkan pada generasi muda masa depan Madura []
Ini rakyat Madura maupun generasi mudanya harus tahu dan di usulkan pahlawan selain Trunojoyo. Halim perdana Kusuma. Dan pencetus sumpah pemuda dll ternyata banyak orang hebat dari madura
BalasHapus