Ketika orang-orang Madura sedang mati-matian menghadang kecanggihan militer Belanda yang ingin mencaplok Madura dan mendirikan negara boneka di tahun 1947, muncullah pasukan Belanda yang diberi nama "Pasukan Cakra". Pasukan ini secara khusus dibentuk untuk menumpas segala lini perlawanan yang dikobarkan oleh masyarakat Madura. Namun demikian, yang menjadi masalah dari pasukan ini, karena isinya adalah Taretan dibi. Alias orang-orang Madura sendiri.
Orang-orang Madura dianggap memiliki jiwa keprajuritan yang tinggi. Inilah alasan penting yang membuat Belanda tertarik pada masyarakat Madura.
Paling tidak, ada dua perang besar yang mampu menggetarkan dan membuat Belanda jatuh hati pada semangat keprajuritan orang-orang Madura. Yaitu perang Pangeran Trunojoyo dan perang Cakraningrat empat.
Tak heran, bila Belanda pun terdorong untuk merekrut orang-orang Madura menjadi tentara-tentara pilihan.
Nah. Di antara tentara-tentara pilihan itu diberi nama Pasukan Cakra. Pasukan khusus ini dibentuk oleh Van Mook di Surabaya. Ketika itu, Jepang yang sedang menjajah Indonesia kalah perang dunia. Sehingga belanda memanfaatkan kesempatan untuk kembali menguasai bumi Nusantara.
Nah. Pasukan Cakra kemudian digunakan untuk memecah belah persatuan bangsa Indonesia yang baru merdeka kurang dari tiga tahun. Di antaranya dengan mempengaruhi wilayah-wilayah untuk mendirikan negara tersendiri, seperti Madura menjadi Negara Madura.
Informasi yang cukup luar biasa terkait Pasukan Cakra dan sepak terjangnya ini, bisa ditemukan di buku berjudul, Peranan Resimen 35 Jokotole, Dalam Perang Kemerdekaan Di Madura".
Singkatnya, buku ini memaparkan. Bahwa dalam upaya meredam masuknya militer Belanda ke Madura pada Juli 1947, para pejuang Madura harus berhadapan dengan Taretan dibi yang berasal dari pasukan Cakra.
Bahkan, pada puncak pertempuran yang meletus di Pamekasan, yang menimbulkan korban besar di kedua belah pihak, terjadi perang tanding antara pasukan Cakra dan para pejuang Madura, yaitu pasukan Sabil. Keduanya terlibat duel satu lawan satu antara pasukan Cakra dan pasukan Sabil, dalam jarak dekat.
Dalam buku ini, juga dibongkar asal-usul pasukan Cakra. Dijelaskan bahwa Belanda merekrut orang-orang Madura yang tidak tahu apa-apa yang sedang merantau di Surabaya.
Juga diceritakan tentang kedatangan orang-orang Indonesia yang menjadj tentara Heiho dan Romusha yang baru saja kembali ke Jawa dan transit di tanjung perak. Orang-orang ini kemudian ditangkap oleh Belanda, dan dipaksa untuk menjadi tentara Belanda.
Di bawah ancaman, akhirnya mereka terpaksa bergabung dalam pasukan Cakra.
Lalu kenapa diberi nama Cakra? Hal ini untuk mengelabuhi orang-orang Madura, supaya mereka gampang direkrut. Karena perlu diketahui, panggilan Cakra merujuk pada raja-raja yang dihormati, dari dinasti Cakraningrat, yang pernah berkuasa penuh atas seluruh madura
Melalui nama Cakra tersebut, Belanda berharap memperoleh dukungan dari orang-orang Madura. Namun, ternyata orang-orang Madura justru memilih untuk angkat senjata. Sehingga terjadi pertempuran sengit hingga berlangsung berbulan-bulan lamanya.
Meski pasukan Cakra ini selalu berada di garda depan pasukan Belanda, bahkan terlibat berkali-kali peperangan dengan saudara-saudaranya mereka sendiri, buku ini juga menceritakan tentang keberhasilan pasukan Sabil untuk menyadarkan tentara-tentara Cakra.
Sebagaimana diceritakan oleh buku ini, dikarenakan keberadaan barisan Sabil mendapat pengintaian ketat pihak Belanda, maka dibentuklah organisasi bawah tanah, yaitu organisasi yang diberi nama: Persatuan Alim Ulama Madura, Di bawah pimpinan Kiai Haji Abdul Hamid.
Salah satu keberhasilan organisasi tersebut, yaitu dengan kembalinya anggota pasukan Cakra pada pelukan para ulama. Pada tumpah darah bumi Madura.
Itulah sekelumit ceceran sejarah yang mulai terlupakan oleh kita, orang-orang Madura, tentang lika-liku perjuangan, tantangan dan pengorbanan yang tak terperi para leluhur yang terlibat serta dalam membangun bangsa ini []
Tulis Komentar:
0 komentar: